TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum tata negara, Refly Harun, menilai keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengangkat sejumlah staf di Kantor Staf Kepresidenan, termasuk politikus Partai Golkar Ali Mochtar Ngabalin, terlalu politis. Selain menjelang tahun politik, ia menyayangkan orang-orang yang ditunjuk bukan dari kalangan ahli.
"Saya sangat menyayangkan, kesannya, Kantor Staf Presiden bukan dapur presiden, namun dapur politik," ujar Rafly di Jakarta, Kamis 24 Mei 2018.
Baca: Jejak Ali Mochtar Ngabalin sebelum Merapat ke Lingkaran Istana
Refly melihat tren ini ketika Jokowi menunjuk mantan Panglima TNI, Moeldoko, sebagai Kepala Kantor Staf Kepresidenan menggeser Teten Masduki. Hal ini berlanjut dengan sejumlah orang di lingkaran presiden berasal dari berbagai latar belakang, termasuk politikus.
Refly pun menilai Kantor Staf Presiden seolah-olah menjadi tempat mengakomodasi dukungan bagi Jokowi. Selain itu, menurut dia, penujukan sejumlah staf menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai presiden tidak tepat. "KSP terkesan akomodasi arus politik, terlalu politik," ujarnya.
Menurut Refly, idealnya, staf kepresidenan berasal dari kalangan ahli dengan keilmuan khusus sehingga mampu mendongkrak kinerja dan program presiden. Namun, kata dia, tidak ada yang salah dengan keputusan penunjukan Ngabalin sebagai tenaga ahli di bawah Kantor Staf Presiden. "Semuanya itu sah dan haknya presiden dan KSP," katanya.
Baca: Ali Mochtar Ngabalin Masuk di Lingkaran Istana Jokowi
Selain Ngabalin, Presiden Jokowi juga mengangkat beberapa tenaga profesional pada 1 Mei 2018 lalu. Mereka adalah praktisi ekonomi Hari Prasetyo sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian III bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis dan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian V bidang Politik dan Pengelolaan isu Politik, Hukum, dan Keamanan.
Novi Wahyuningsih juga diangkat sebagai Tenaga Ahli Muda Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi. Dia sebelumnya dikenal sebagai pengusaha sekaligus programmer aplikasi percakapan buatan dalam negeri "Callind".
Ali Mochtar Ngabalin, sebelumnya, dikenal sebagai pengkritik pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Namun, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, tak mempersoalkan rekam jejak Ngabalin. Sebab, kata dia, bagi pemerintah semua adalah rekan demokrasi. "Bagi pemerintah, tidak ada namanya lawan politik. Semua adalag patner demokrasi," kata Moeldoko.