TEMPO.CO, Jakarta - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) karena Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Diri belum disahkan. "Pemerintah harus mengeluarkan Perpu dalam dua hari ini agar Kominfo bisa menindak kasus bocornya data pengguna Facebook," ujar anggota Komisi I, Sukamta, di Jakarta, Sabtu, 7 April 2018.
Sukamta mengatakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tidak bisa mengambil sikap karena RUU Perlindungan Data Diri belum disahkan. Menurut dia, pemerintah perlu mengeluarkan Perpu untuk Kominfo.
Baca:
Kominfo Tegur Facebook yang Bocorkan Data...
Komisi I DPR akan Panggil Perwakilan Facebook Rabu Mendatang
RUU Perlindungan Data Diri, kata Sukamta, masih menunggu ajuan dari pemerintah untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). "Kami sudah menunggu dari Januari lalu, tapi sampai sekarang belum diajukan oleh pemerintah."
Menurut Sukamta, kebocoran data pengguna ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk segara mengesahkan RUU Perlindungan Data Diri. Sebab, tidak tertutup kemungkinan kebocoran data diri pengguna Facebook dimanfaatkan untuk kepentingan politik. "Bisa saja ada pihak ketiga memanfaatkan kebocoran ini."
Rabu pekan depan, 11 April 2018, Komisi I DPR sudah menjadwalkan audiensi dengan perwakilan Facebook. "Rabu kami akan panggil Facebook untuk meminta pertanggungjawaban."
Baca juga: Ada Indonesia di Data Facebook yang Bocor...
Staf Ahli Bidang Hukum Kominfo Henri Subiakto sepakat pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi. "Kalau sekarang, kami baru bisa memberikan sanksi administrasi kepada Facebook," katanya.
Data satu juta pengguna Facebook asal Indonesia bocor dalam skandal yang melibatkan lembaga konsultan politik Cambridge Analytica. Tak hanya data pengguna Indonesia yang bocor. Di seluruh dunia, diperkirakan tak kurang dari 87 juta data pengguna Facebook bocor.
Asal kebocoran masif data Facebook ini diungkap oleh Christopher Wylie, mantan kepala riset Cambridge Analytica, yang ditulis harian The Guardian terbitan Inggris, Maret 2018. Menggunakan aplikasi survei kepribadian yang dikembangkan Global Science Research (GSR) milik peneliti Universitas Cambridge, Aleksandr Kogan, data pribadi puluhan juta pengguna Facebook berhasil dikumpulkan dengan kedok riset akademis.
Simak: Rudiantara Minta Facebook Tutup Aplikasi Pihak Ketiga
Data itulah yang secara ilegal dijual kepada Cambridge Analytica dan digunakan untuk mendesain iklan politik yang mampu mempengaruhi emosi pemilih. Konsultan politik ini bahkan menyebarkan isu, juga kabar palsu atau hoax, untuk mempengaruhi pilihan politik warga.
Dalam kasus kebocoran data Facebook itu, induk perusahaan Cambridge Analytica, Strategic Communication Laboratories Group (SCL), sudah malang-melintang mempengaruhi pemilu di 40 negara, termasuk Indonesia.