TEMPO.CO, Jakarta - Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menjelma menjadi salah satu tokoh sentral bagi Partai Demokrat beberapa waktu belakangan. Nama anak sulung Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono itu terus menanjak sejak ia diusung menjadi calon Gubernur DKI Jakarta, tahun lalu.
Peran Agus pun kian sentral saat dirinya ditunjuk menjadi Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) pemenangan pilkada dan pemilu Partai Demokrat.
Peneliti dari The Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, melihat pemberian peran sentral kepada AHY itu sejatinya dibutuhkan untuk memperbaiki perolehan suara partai pada pemilu sebelumnya.
Baca juga: Ditanya Soal Koalisi Demokrat di Pilpres 2019, AHY: Terlalu Dini
"Figur SBY tidak lagi mampu mendongkrak perolehan suara partai. Makanya dia butuh ikon politik baru yang mampu menyelamatkan partai atau membesarkan partai," ujar Arya kepada Tempo, Ahad, 11 Maret 2018.
Meski terhitung baru di Partai Demokrat, menurut Arya, figur AHY jauh lebih populer ketimbang kader-kader Demokrat yang telah lama berada di partai berlogo Mercy itu. Misalnya Rachland Nashidik dan Ulil Abshar.
"Partai kan butuh suara, ya. Figur Rachland dibanding AHY tentu lebih terkenal AHY. Dibandingkan Ulil, apalagi," kata Arya. Jadi, menurut dia, penunjukan AHY sebagai pemegang peran dalam pemilu mendatang merupakan pilihan pragmatis yang bisa dipahami.
"Partai kan butuh sosok figur internal yang bisa membantu itu (menaikkan suara). Demokrat menemukan itu pada sosok AHY. Itu karena kebutuhan elektoral," tuturnya.
Menurut Arya, AHY memang dianggap bisa mewakili genre baru pemilih di Indonesia, yakni pemilih muda, milenial, dan pemilih perempuan. Sehingga kehadiran mayor purnawirawan TNI itu dianggap bisa menjadi pintu masuk untuk bisa membereskan masalah-masalah di internal partai. Salah satunya masalah perolehan suara.
Kendati demikian, dia menuturkan, memang ada tantangan bagi partai-partai yang sejak awal bergantung pada personalitas seorang tokoh. Misalnya di PDIP, Nasional Demokrat, dan Demokrat, untuk bisa memberikan kepastian jenjang karier bagi kader yang sudah berjuang sejak awal.
Baca juga: Cerita Safari Politik AHY dan Rencana Pertemuan dengan Megawati
Partai yang sejak awal mengandalkan sosok seorang tokoh, kata Arya, akan cenderung memberikan pengistimewaan pada dinasti dari sang tokoh. Fenomena itu, menurut dia, tak hanya hadir di Demokrat, tapi juga partai lain.
"Jadi permasalahan yang terjadi pada partai politik kita itu memang ada akomodasi atau perlakuan khusus kepada anak-anak tokoh," katanya. "Walau memang kalau dari Demokrat ada kebutuhan untuk menaikkan suara partai dengan memanfaatkan popularitas AHY."