TEMPO.CO, Yogyakarta - Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syaafii Maarif atau Buya Syafii mengkritik keras anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang malas membaca sejarah Indonesia dan bermental korup. Minimnya literasi itu menghasilkan politisi instan.
“Indonesia minim negarawan dan berjibun politisi instan. Mental mereka korup dan itu mental dhuafa,” kata Buya Syafii dalam pidato kebudayaan bertema Tradisi Kebangsaan untuk merayakan 1 tahun Sanggar Maos Tradisi di Sleman, Jumat malam, 26 Januari 2018.
Baca juga: Pilkada 2018, Buya Syafii: Penggunaan Sentimen SARA, Tindakan Primitif
Berbagai rangkaian acara digelar pada 24-27 Januari untuk merespons isu kebangsaan, pluralisme, dan identitas di tempat yang sama. Di antaranya pameran lukisan, pentas tari, pantomim Jemek Supardi, shalawatan Gusdurian, pidato kebangsaan oleh Pratikno, diskusi bersama Direktur Lembaga Survei Indnesia (LSI) Dodi Ambardi, dan bincang ringan tentang demokrasi dan keadilan ekonomi bersama Faisal Basri.
Mental korup yang dimaksud Buya Syafii adalah politisi menjadikan politik sebagai mata pencaharian. Ia memberikan nasehat sebelum terjun ke politik, para politisi hendaknya secara ekonomi dalam rumah tangganya sudah mapan lebih dahulu.
Baca juga:
Ihwal politisi instan miskin literasi itu, kata dia, muncul buah dari nilai-nilai demokrasi yang mati suri. Demokrasi dibunuh sejak demokrasi terpimpin era Presiden Soekarno hingga muncul reformasi. Hasilnya adalah tidak adanya pemimpin alternatif, politisi instan yang tidak siap, dan jauh dari sikap negarawan.
Dia menggambarkan suasana politik Indonesia yang kumuh dan ketimpangan sosial yang tajam. Segelintir pengusaha besar menikmati kekayaan dengan aset miliaran rupiah. Para politisi, kata Buya Syafii, tidak menjalankan pedoman negara, sila kelima Pancasila yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila dan Undang-Undang Dasar selama ini hanya dipakai sebagai slogan dalam upacara.
Ia berpesan kepada politisi agar kembali membaca literatur sejarah Indonesia. Perlu usaha keras dan kesabaran membaca literatur sejarah secara berulang-ulang. Dia mencontohkan tokoh politik Indonesia yang punya idealisme, seperti Agus Salim, Sukarno, dan Hatta. Agus Salim yang membawa idealisme sepanjang hidupnya menderita hingga ajal menjemputnya. Bung Karno orator terbesar abad 20.
Para pendiri bangsa, seperti Agus Salim, Sukarno, Hatta melahap buku-buku sejarah dan tokoh-tokoh penting. Sukarno dan Hatta misalnya membaca dengan tekun tentang sosialisme dan liberalisme. Ia menyarankan kalangan muda untuk mau membaca buku di era banjir media sosial untuk memahami nilai-nilai filosofis. “Baca kembali Tan Malaka, pemikirannya Hatta, Ali Sastroamidjojo, dan Sutan Syahrir. Jadilah intelektual dan aktivis yang membumi,” kata Buya Syafii.