TEMPO.CO, Jakarta - Forum Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI - FHUI) mengapresiasi keluarnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Format dan Pedoman Penulisan atau Penetapan MA. MaPPI menilai terbitnya Perma itu dapat mencegah tindakan korupsi oleh para aparatur peradilan.
“Perma baru ini mempercepat proses pengetikan atau minutasi perkara hingga pengiriman putusan ke pengadilan pengaju.” Peneliti MaPPI-FHUI Siska Trisia menyampaikannya melalui keterangan tertulis pada Rabu, 10 Januari 2018. Lamanya proses minutasi menjadi tidak efektifnya para pencari keadilan mendapatkan kepastian hukum mengenai eksekusi putusan. Selain itu, lamanya proses minutasi juga membuka adanya potensi korupsi.” Siska menyampaikannya melalui keterangan tertulis pada Rabu, 10 Januari 2018.
Baca: Pakai Peraturan MA, KPK Jerat Korporasi dalam ...
Siska mencontohkan kasus suap oleh bekas Kepala Subdirektorat Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung Andri Tristriano Sutrisna. Andri dinyatakan bersalah setelah menerima suap untuk menunda salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi, dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.
Perma Nomor 9 Tahun 2017 mengatur tentang format putusan MA dalam tingkat kasasi dan peninjauan kembali untuk perkara pidana, perdata, Tata Usaha Negara, militer dan jinayat. Perma itu menyederhanakan struktur putusan, sehingga dokumen tidak terlalu tebal dan lama dalam proses minutasinya. Beberapa format baru dalam perma itu adalah identitas para pihak, duduk perkara, amar putusan judex facti, dan alasan kasasi.
Melalui perma ini, penulisan identitas para pihak tidak lagi disebut secara lengkap mengenai nama dan kedudukannya. Identitas para pihak yang lebih dari satu orang disingkat dengan kata ‘dkk’. Alamat para kuasa hukum juga disingkat cukup dengan menuliskan nama kota, kabupaten, atau provinsinya saja.
Pada poin duduk perkara, perma ini menyederhanakannya dengan hanya memberi gambaran umum tentang duduk perkara. Sebelumnya, duduk perkara memuat seluruh isi gugatan dan petitum dari penggugat, eksepsi, jawaban, gugatan rekonpesi, serta petitum tergugat.
Baca juga: KPK: Perma Pidana Korporasi Makin Menjamin ...
Sedangkan pada poin amar putusan judex facti, penulisan disederhanakan dengan langsung menuju inti putusan. Penulisan cukup sebatas keterangan apakah di tingkat pertama gugatan dikabulkan, ditolak, atau dinyatakan tidak dapat diterima, serta apakah pengadilan banding menguatkan, menolak atau mengadili sendiri permohonan banding.
Poin alasan kasasi tidak perlu lagi memuat keseluruhan alasan yang ada dalam memori kasasi, cukup petitum kasasinya saja. Sebelumnya, alasan kasaai dicantumkan secara keseluruhan.
“Kami mengapresiasi Perma baru ini. Dengan perma ini, para pihak yang berperkara tidak perlu lagi menunggu lama untuk dapat memperoleh kepastian atas perkara yang mereka persengketakan,” kata Siska. Selain itu, menurut Siska, berkat perma ini MA juga mendapatkan ruang dan waktu yang lebih banyak untuk dapat memberi pertimbangan serta memutuskan perkara yang diajukan pada tingkan kasasi ataupun peninjauan kembali.