TEMPO.CO, Sorong - Papua menyimpan hutan yang kaya. Kini kekayaan hutan Papua jadi incaran koorporasi besar. Tortimus Safisa, seorang tokoh adat Suku Moi, di Kabupaten Sorong, Papua Barat menunjukkan salah satu kekayaan yang masih tersisa bagi sukunya.
Tortimus membawa Tempo menuju hutan gambut yang masih rimbun. Berjalan sekitar dua kilometer dari pintu lembah hutan Kampung Klaso, Distrik Klaso, Tortimus berhenti di dekat pohon kayu tikar dan kayu ular yang menjuntai setinggi sekitar lima meter. “Tanah ini tempat yang sudah dijanjikan Tuhan untuk kita. Di alam ini sudah diciptakan untuk tumbuh lagi,” kata Tortimus.
Tortimus menyebutnya sebagai Ikaglom, sebuah pelataran lahan gambut yang hijau dan tak jauh dari aliran sungai. Dalam bahasa suku Moi, ia menjelaskan daerah ini disebut “ik” berarti tanah dan “kaglom” berart air. “Dia (tanah) bergabung bersama air,” kata Tortimus, Kamis 9 November 2017.
Baca juga: Menteri Siti Siapkan Strategi Penyelesaian Hutan Adat
Suku Moi di Hutan Kampung Klaso, Distrik Klaso, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. TEMPO/Arkhelaus Wisnu
Tak jauhnya darinya, Salmon Malak berdiri memegang pohon kayu ular. Kepala Kampung Klaso itu mengatakan kayu jenis benalu itu, jika dibelah, akan mengeluarkan air segar. Namun, di hutan itu ia tak membelah kayu. “Hutan ini memang dari dulu sampai sekarang seperti ini, orang memang tidak pernah berkebun di wilayah ini. Wilayah ini masuk wilayah yang tidak pernah dibongkar,” kata Salmon.
Hutan Lembah Klaso adalah hutan yang terletak sekitar 80 kilometer dari Kota Sorong, Papua Barat. Hutan ini berada di antara Distrik Klaso dan Distrik Moraid, Kabupaten Sorong. Masyarakat membaginya menjadi dua bagian wilayah hutan: sisi utara yang menjadi wilayah permukiman sekaligus wilayah berburu dan sisi selatan yang menjadi wilayah adat. Keduanya dibatasi oleh jalan kendaraan yang belum jadi.