TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia Mayor Jenderal Wuryanto mengatakan 5.932 butir granat 40 x 46 mm RLV-HEFJ yang diimpor Brimob Polri dari Bulgaria adalah amunisi tajam dan mematikan. Informasi ini, kata dia, sesuai dengan yang tertera di katalog yang disertakan.
Amunisi tersebut sebelumnya tertahan di Bandar Udara Soekarno-Hatta sejak Jumat, 29 September 2017, setelah diturunkan dari pesawat kargo Ukraine Air Alliance yang membawanya dari Bandara Burgas, Bulgaria. "Di situ sangat jelas dijelaskan dalam katalog itu bahwa amunisi itu tajam," kata Wuryanto saat konferensi pers di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, Selasa, 10 Oktober 2017.
Baca: Spesifikasi Senjata Polri yang Disinggung Gatot Nurmantyo
Wuryanto menuturkan granat ini memiliki radius mematikan 9 meter dan jarak mencapai 400 meter. Selain itu, amunisi ini memiliki dua keistimewaan.
Pertama, amunisi ini bisa meledak dua kali. "Setelah ledakan kedua timbul pecahan-pecahan berupa logam kecil yang melukai atau mematikan," ucapnya.
Keistimewaan kedua adalah granat ini bisa meledak sendiri tanpa benturan setelah 14-19 detik lepas dari laras. "Jadi ini luar biasa. TNI sendiri sampai saat ini tidak punya senjata dengan kemampuan seperti itu," ujarnya.
Dalam militer, menurut Wuryanto, amunisi ini digunakan untuk menyerang musuh yang bersembunyi di belakang benteng pertahanan. "Orang-orang di belakang perkubuan bisa dihancurkan dengan amunisi seperti ini."
Baca juga: Granat Impor Milik Brimob Dipindahkan ke Gudang Senjata Mabes TNI
Saat ini amunisi tersebut telah dipindahkan ke gudang senjata Markas Besar TNI. Pemindahan ini dilakukan lantaran spesifikasinya tidak sesuai untuk operasi nonmiliter. Penitipan amunisi ini sesuai dengan arahan dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.
"Standar nonmiliter sangat jelas sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1979 bahwa amunisi standar militer di atas 5,6 milimeter dan standar nonmiliter di bawah 5,6 mm. Kami hanya menerapkan aturan," kata Wuryanto.