TEMPO Interaktif, Surabaya:Mantan diplomat era Perdana Menteri Sutan Sjahrir, Ali Algadrie, meninggal dunia di Surabaya, Jumat (3/5), sekitar pukul 11.10 WIB. Mantan Dubes RI untuk Burma (sekarang Myanmar) tahun 1949-1950 ini meninggal di Rumah Sakit Darmo akibat komplikasi penyakit jantung dan ginjal yang sejak lama diidapnya. Sebelum dimakamkan, jenazahnya disemayamkan di rumah duka Jl. Jemur Handayani Gang 18 No. 18 Surabaya. Rencananya, Sabtu (4/5), sekitar pukul 13.00, jenazah di berangkatkan dari Surabaya untuk dikuburkan di pemakaman keluarga di Kebonagung, Pasuruan. Tokoh yang akhirnya memilih keluar dari dunia diplomasi akibat berbeda garis politik dengan Soekarno ini, sempat dirawat di rumah sakit Darmo selama 15 hari. Ali Algadrie memiliki nama lengkap Ali bin Mohammad Algradrie. Ia lahir di Pasuruan, 1 Agustus 1918. Ia wafat dengan meninggalkan seorang istri, Sumestu, dua orang anak, Lia Djatmiko dan Rizal Gadrie, serta lima cucu. Sejak muda, Ali Algadrie dikenal sebagai salah seorang tokoh pergerakan dan pengikut Sjahrir. Ketika Soekarno berbeda pendapat dengan Sjahrir, yang kemudian memenjarakannya, Ali Algadrie juga menarik dukungannya terhadap Soekarno. Selain menjai Dubes RI untuk Burma, Ali Algadrie juga pernah menjadi Dubes Keliling RI untuk Dewan Keamanan PBB. Setelah mundur dari dunia politik, Ali Algadrie bergelut di bidang wiraswasta. Ia adalah salah satu pendiri Bank Niaga. Bahkan, sampai akhir hayatnya, ia masih memegang jabatan direktur pada PT Sendi Harapan. Ia juga menjadi salah seorang penasihat DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Timur. Menurut Rizal, anak bungsunya, ayahnya adalah seorang yang rasional. Selain itu, ia selalu mewanti-wanti untuk selalu berpegang pada kebenaran. “Prinsip inilah yang ditanamkan Bapak kepada anak dan cucunya,” katanya. (Sunudyantoro-Tempo News Room)