Pegiat Sejarah Kecewa Gedung Bekas Tan Malaka Tak Boleh Dipakai
Rabu, 13 September 2017 21:19 WIB
TEMPO.CO, Semarang - Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Kota Semarang menyayangkan sikap Yayasan Balai Muslimin (Yabami) yang melarang pengunaan gedung bekas tempat Tan Malaka mengajar. Gedung milik Sarekat Islam (SI) yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya itu sebelumnya sempat mangkrak, namun direvitalisasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada 2015.
“Saya meyayangkan. Dulu sempat mangkrak, kami ajukan diselamatkan dan mendapat kepedulian pemerintah. Sekarang malah dilarang menggunakan,” kata aktivis Komunitas Pegiat Sejarah Kota Semarang, Yunantyo Adi , Rabu 13 September 2017.
Baca: Tan Malaka Terkenal di Dunia Penyamaran
Yunantyo menilai Yayasan Balai Muslimin selaku penerima wakaf gedung yang dulu dibangun Sarekat Islam pada era cultuurstelsel dan masuknya industrialiasi di Semarang itu sengaja diterlantarkan. Larangan penggunaan gedung juga tertulis di pintu masuk.
Larangan penggunaan bekas tempat Tan Malaka mengajar itu diposting Rukardi, aktivis KPS, belum lama ini. Postingan yang dilengkapi foto itu menimbulkan protes. “Ini dibangun menggunakan uang iuran dan sumbangan material dari para buruh, petani, pedagang pasar, pegawai kecil, kusir dokar, babu, jongos, serta unsur rakyat jelata lain,” kata Rukardi.
Simak: Fadli Zon Resmikan Makam Tan Malaka
Menurut dia gedung Sarekat Islam dulu menjelma menjadi rumah pergerakan yang bergemuruh. Rumah yang melahirkan pemimpin-pemimpin muda pemberani, yang gencar melancarkan perlawanan terhadap pemerintah kolonial. “Tapi kini, gedung tua yang telah dikonservasi dengan anggaran Rp 600 juta ini terlihat sepi. Bukan lantaran tak ada lagi yang peduli, tapi karena... Ah, silakan baca pengumuman itu sendiri,” tulis Rukardi.
Pengelola Yayasan Balai Muslimin, Rifki Hasan Muslim, engan komentar saat dimintai konfirmasi Tempo. Sebabnya, dia merasa tak berhak komentar terhadap larangan penggunaan gedung tersebut. “Saya tak berhak komentar, silakan hubungi pengurus lain,” kata Rifki.
Sikap yang sama juga disampaikan oleh pengurus lain, Sjamsudin Hamidy. Ia ogah menjelaskan alasan penutupan gedung wakaf dari penguasa darurat perang usai meletusnya tragedi berdarah 1965 itu.
EDI FAISOL