Buket bunga dan cuplikan cuitan Fahri Hamzah yang dibawa mahasiswa dari Gerakan Pemuda Selamatkan (GPS) di gedung KPK, Jakarta, 21 Juli 2017. Cuitan ini diunggah setelah KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto dan politikus Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam kasus e-KTP. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah menyatakan wacana Dewan untuk membekukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu ditakutkan. Wacana pembekuan KPK mengemuka dari pernyataan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPIP) di Senayan, Henry Yosodiningrat.
"Mari kita hadapi dengan kepala dingin bahwa yang namanya politik pemberantasan korupsi memang harus dipikirkan, dibahas, dan harus menjadi milik semua orang," ujar Fahri di Cafe Lion, Jakarta Selatan, Ahad, 10 September 2017.
Menurut Fahri, KPK bisa diperkuat dengan memperbaiki apa yang ada di dalamnya. Salah satunya dengan membersihkan orang-orang yang bermasalah. "Serta membersihkan dari regulasi yang menyimpang dan bertentangan dengan undang-undang dan konstitusi," ucap dia.
Fahri menuturkan wacana pembekuan KPK bermaksud sementara karena sedang evaluasi. "Selesaikan Pansus (Hak Angket) dulu. Mau bubar, mau beku, mau cair, santai saja," ujar dia.
Fahri berujar Indonesia bisa mencontoh yang diterapkan Korea Selatan, yakni metode penggabungan. Dari pandangan dia, metode Korea Selatan itu yang terbaik. Institusi inti penegakan hukum harus dikuatkan. Kemudian, lembaga-lembaga yang membantu menguatkan institusi dijadikan satu supaya efisien.
Nantinya, kata dia, semua keluhan dan laporan publik bisa di dengar. "Tapi keluhan itu jangan masuk ke lembaga penegak hukum sebab nanti dipilah-pilah," ujarnya. ANDITA RAHMA