Tagih Janji Jokowi, Warga Kendeng Dirikan Tenda di Depan Istana
Editor
Muhammad Iqbal
Senin, 4 September 2017 20:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Belasan petani Pegunungan Kendeng Utara kembali menggelar aksi di depan Istana Presiden, Jakarta, Senin, 4 September 2017. Mereka membentangkan terpal berwarna biru berukuran sekitar 4 x 6 meter yang disangga dengan tiang-tiang bambu.
Beberapa peserta aksi, yang sebagian besar perempuan, tampak memegang tiang-tiang bambu penyangga tersebut agar tenda tidak roboh karena angin.
Baca juga: Badan Geologi Siapkan Riset Terbaru Karst Kendeng
Aksi ini digelar sebagai bentuk protes karena PT Semen Indonesia (SI) tidak menaati hasil rekomendasi kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) tahap pertama yang menyebutkan cekungan air tanah (CAT) Watuputih tidak boleh ditambang.
"Kami masyarakat Kendeng mendirikan tenda lagi di sini untuk meminta Pak Jokowi melaksanakan putusan KLHS dan putusan MA (Mahkamah Agung)," kata Ngatiban, salah satu petani Rembang di area sekitar tenda, Senin, 4 September 2017.
Baca juga: Kajian KLHS Kendeng, Aktivis Minta Isinya Menghormati Putusan MA
Masyarakat Kendeng telah berjuang melawan masuknya korporasi semen di wilayah mereka sejak 2006 ketika PT Semen Gresik (sekarang PT SI) berusaha membangun pabrik semen di Desa Sukolilo, Pati. Di Rembang, penolakan terhadap PT SI menguat sejak 2014 ketika korporasi pelat merah tersebut mulai membangun pabrik di sana usai kalah di Pati.
Ngatiban mengisahkan para petani telah melakukan berbagai bentuk protes dan penolakan melalui jalur hukum, mulai Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya, hingga MA. Putusan kasasi di MA telah memenangkan masyarakat Rembang pada Oktober 2016 lalu, tapi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menerbitkan izin baru untuk PT SI tetap beroperasi.
Baca juga: Bahas Proyek Semen di Rembang, Sutiyoso Temui Luhut
"MA memenangkan warga. Kendeng tidak boleh ditambang, tapi kenyataannya ditambang. Lalu Pak Presiden menyuruh stafnya membuatkan KLHS. Hasilnya, Pegunungan Kendeng juga tidak boleh ditambang, tapi mereka tetap menambang. Kekecewaan dulur-dulur Kendeng karena itu," ujarnya.
KLHS Pegunungan Kendeng melibatkan tim dari Kantor Staf Presiden, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta sejumlah pakar. Hasil kajian tahap pertama yang dikeluarkan pada April lalu menyebutkan kawasan CAT Watuputih di Rembang dan sekitarnya merupakan kawasan lindung.
Baca juga: Begini Desain Penambangan Baru Pabrik Semen di Rembang
Karena itu, pengelolaan CAT Watuputih harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan kerusakan lingkungan. Saat ini, tim KLHS masih melakukan penelitian lanjutan (tahap 2) yang rencananya akan selesai pada Oktober mendatang.
"Dulur-dulur ini mau percaya siapa lagi, meminta tolong siapa lagi, jika bukan pada pemerintah pusat? Pemerintah daerah sudah tidak bisa diharapkan," kata Sukinah, salah satu petani perempuan Rembang, yang juga turut dalam aksi tersebut.
Baca juga: Ratusan Penolak Pabrik Semen Jalan Kaki Rembang-Semarang
Aksi hari ini berlangsung mulai pukul 10.00 hingga 16.30 dan akan dilanjutkan besok, Selasa, 5 September 2017, di waktu dan tempat yang sama sampai ada respons dari Istana.
BUDIARTI UTAMI PUTRI