Korbid Kajian Strategis DPP Partai Golkar Lodwijk F. Paulus memberikan cinderamata berupa plakat pada Menteri Keuangan Sri Mulyani usai menjadi pembicara dalam Workshop Nasional Perempuan Legislatif, Eksekutif, dan Kader Partai Golkar, di Ball Room Hotel Sultan, Jakarta, 27 Agustus 2017. Tempo/M. Julnis Firmansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tingkat keterwakilan perempuan Indonesia di politik masih rendah. Karena itu, Sri berharap pada Pemilu 2019 perempuan lebih aktif.
"Rata-rata kursi yang diduduki perempuan di legislatif hanya sekitar 14 persen," ucap Sri dalam Workshop Nasional Perempuan Legislatif, Eksekutif, dan Kader Partai Golkar pada Minggu, 27 Agustus 2017.
Hambatan bagi perempuan aktif di politik, kata Sri, berasal dari di rumah, sosial kultural, sampai aturan. Padahal, perempuan dianggap memiliki peran penting dalam politik.
"Kalau partai politik di mana perempuannya lebih banyak harusnya korupsinya juga lebih rendah," ujar Sri.
Dia optimistis ke depan partisipasi perempuan akan terus meningkat dan tidak lagi mengalami kendala dalam prosesnya. "Dukungan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak juga ada dengan mengeluarkan kebijakan yaitu membangun grand design untuk meningkatkan keterwakilan perempuan," katanya.
Dalam workshop tersebut, Sri Mulyani membagi pemaparannya dalam sejumlah poin, yaitu tentang tujuan kemerdekaan dan cita-cita nasional, APBN sebagai instrumen fiskal dalam pencapaian cita-cita nasional, peran partai politik, pembiayaan yang ideal atas peran dan tugas partai politik, serta peran APBN dalam meningkatkan keterwakilan perempuan.
Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah
1 hari lalu
Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah
Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.