TEMPO Interaktif, Jakarta:Lembaga Swadaya Masyarakat Mitra Perempuan sepanjang tahun 2006 telah mendampingi 323 perempuan dan anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Jumlah itu lebih kecil dari tahun lalu yang angkanya 443. "Tapi, jumlah pendampingan tidak menunjukkan jumlah kasus kekerasan menurun," kata Ketua Mitra Perempuan, Rita Serena Kolibonso, di Jakarta, Kamis (28/12). Menurut Rita, jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga jauh melebihi angka pendampingan Mitra Perempuan. Masih banyak kasus kekerasan yang tak dilaporkan ke aparat hukum atau lembaga pendamping. Dari kasus-kasus kekerasan itu Mitra Perempuan menemukan bahwa kebanyakan dari pelaku kekerasan adalah suami, mantan suami, orang tua atau mertua. Mitra Perempuan juga menemukan, 9 dari 10 perempuan mengalami lebih dari satu jenis kekerasan. Yang paling banyak adalah kekerasan fisik. Sisanya kekerasan psikis, seksual, penelantaran dalam rumah tangga, dan penelantaran ekonomi. Akibat dari kekerasan tersebut 9 dari 10 orang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Bahkan 18 orang pernah mencoba bunuh diri. "Ada juga yang kesehatan reproduksinya terganggu," katanya. Sedangkan kriminolog Universitas Indonesia, Purnianti, mengatakan kekerasan dalam rumah tangga masih dipandang sebagai bagian dari kehidupan perkawinan. "Sangat jarang kekerasan dalam rumah tangga dipandang sebagai suatu kejahatan," katanya. Di sisi lain, banyak perempuan yang enggan melaporkan kekerasan yang menimpanya. Aparat penegak hukum pun enggan menindaklanjuti laporan yang mereka terima. "Polisi masih sering menganggap kekerasan itu sebagai masalah pribadi, dan mereka enggan ikut campur," katanya. Pramono