Tokoh 17 Agustus: Shinatria, Kapal Nazi, dan Teknik Fotogrametri
Editor
Amri mahbub al fathon tnr
Selasa, 15 Agustus 2017 13:15 WIB
Seperti halnya survei penelitian kali ini tentang pelayaran rempah di Hitu, 25 kilometer dari Kota Ambon. Menurut dia, data-data arkeologi jalur rempah banyak yang belum tergali, khususnya perdagangan rempah sebelum kedatangan orang Eropa. "Kami tidak habis pikir bagaimana desa kecil di ujung utara Pulau Ambon pernah menjadi pelabuhan dagang utama di Maluku pada awal abad ke-16," ujar Adit, yang telah mencatat 400 kali jam selam.
Sekadar informasi, untuk melakukan penelitian bawah air seseorang harus punya sertifikat selam (diving). Adit mengambilnya pada 2006. Sekarang, dia telah mendapatkan dua bintang (advance) dari Confédération Mondiale des Activités Subaquatiques (CMAS). CMAS (dalam bahasa Indonesia disebut Federasi Bawah Laut Internasional) membawahi aktivitas bawah laut, seperti olahraga selam dan penelitian. Dia juga mendapatkan sertifikat selam khusus "deep dive" dan "navigasi".
Baca: Tokoh 17 Agustus: Semangat Berbagi Rafi Ridwan
Shinatria saat eksplorasi di Jailolo. (Istimewa)
Tentunya, banyak risiko yang dia hadapi saat meneliti di bawah laut. "Gelombang tinggi, arus bawah laut yang kencang," kata Adit. "Tapi itu salah satu risiko jadi arkeolog maritim. Harus tahan banting saat berada di bawah laut."
Adit berharap, hasil studi bersama timnya selama ini bisa mengungkap sejarah baru Indonesia. Dia juga mengajak para pemuda untuk lebih peduli dengan sejarah bangsa Indonesia, yang akan berumur 72 tahun pada 17 Agustus mendatang.
RERE KHAIRIYAH | AMRI MAHBUB