Ekspresi Ketua Umum Partai PAN Zulkifli Hasan saat berbincang dalam silaturahmi politik di kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, 22 November 2016. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menyerukan agar pembicaraan masalah Pancasila menyasar pada implementasinya di masyarakat, bukan melulu soal wacana.
“Publik melihat Pancasila dari penerapannya sehari-hari, bukan bolak-balik soal tataran wacananya saja, apa nilai-nilai itu sudah terlihat?” ujar Zulkifli Hasan di sela saat meresmikan Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Rabu 9 Agustus 2017.
Zulkifli menuturkan dari survei yang pernah dilakukan MPR sebanyak 96 persen responden menyatakan penerapan nilai-nilai Pancasila saat ini menurun dan sebanyak empat persen menguat. “Karena tidak nampak dalam implementasinya, maka orang mulai meninggalkan (Pancasila),” ujar Zulkifli.
Zulkifli menyayangkan ketika penerapan nilai Pancasila itu tak nampak, lalu timbul reduksi pemaknaan Pancasila untuk memberikan cap pada seseorang antara Pancasilais dan tidak Pancasilais.
Soal penerapan Pancasila, Zulkifli mengambil contoh sejumlah kasus yang menurutnya perlu dilihat dalam kerangka implementasi nilai Pancasila. Misalnya, aksi petani Jember belum lama ini ke Jakarta untuk memprotes pembangunan pabrik semen dan membuat kegiatan pertanian tradisional di sana tergusur. Para petani terancam kehilangan mata pencaharian karena lahannya berubah jadi pabrik semen.
Zulkifli Hasan mengkorelasikan kasus di Jember itu dengan penerapan sila ketiga Pancasila. Bahwa kehadiran dan keberpihakan negara turut ditekankan jelas dalam Undang-Undang 1945, khususnya pasal 33 tentang penguasaan sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat.
“Kalau rakyat tidak bekerja, rakyat tidak makan, rakyat tidak bisa ke rumah sakit dan lainnya, maka negara harus berpihak. Keberpihakan ini tanpa kompromi,” ujarnya.