Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama menyampaikan pidato politik saat Musyawarah Koordinasi Nasional Partai Idaman di Jakarta, 16 Mei 2017. Musyawarah Koordinasi Nasional Partai Idaman tersebut mengusung tema Bersama Kita Kerja, Satu Irama Sukseskan IDAMAN Peserta Pemilu 2019. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Islam Damai Aman (Idaman), Rhoma Irama, blak-blakan tentang alasannya mendaftarkan gugatan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi. Ia mengatakan ingin mencalonkan diri dalam pemilihan presiden 2019 mendatang.
"Satu konsekuensi logis, kalau enggak (mencalonkan) ngapain saya ke MK," kata Rhoma saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 9 Agustus 2017.
Rhoma dan Idaman menolak ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen yang diatur dalam UU tersebut. Menurut dia, hal itu tidak relevan lantaran pemilihan presiden dan pemilihan legislatif dilakukan secara serentak. "Kapan akan menetapkan threshold itu? Sementara mereka mengacu pada pemilu sebelumnya. Ini tidak make sense," ucapnya.
Pentolan grup Soneta ini berujar dalam politik dinamika akan selalu terjadi. Partai yang dulu besar bisa berubah menjadi kecil saat ini. Sebabnya, kata dia, bila pencalonan presiden merujuk pada perolehan suara pemilu sebelumnya, itu tidak relevan.
"Seperti misalnya PKB, dulu partai besar (sekarang) jadi kecil. Misalnya (lagi) Partai Demokrat. (Presidential Threshold) itu tidak bisa dipakai untuk 2019 karena ada dinamika dan fluktuasi perolehan suara," tuturnya.
Selain itu, Rhoma Irama beranggapan ambang batas ini menutup hak konstiusional rakyat untuk memilih presiden yang mereka inginkan.