Petugas kepolisian membawa para tersangka saat rilis sindikat kejahatan cyber fraud penipuan melalui media daring di kawasan perumahan Graha Famili Blok N1, Surabaya, 30 Juli 2017. Sebanyak 93 tersangka terdiri dari 81 WNA asal Cina dan 12 WNA dari Taiwan. ANTARA/Moch Asim
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ronny F. Sompie mengatakan pihaknya bakal mengkaji permintaan deportasi dari kepolisian Cina terhadap warga negaranya yang terjerat kasuscyber crime.
Menurut dia, pemerintah berwenang mengawasi dan menyidik pekerja asing yang bekerja tanpa izin.
"Jadi kasus ini bisa disidik bersama sampai pengadilan, sampai inkracht putusan di sini, baru bisa dideportasi sesuai dengan undang-undang," kata Ronny di kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Pusat, Senin, 31 Juli 2017. Baca:Menteri Yasonna: Polisi Cina Minta Pelaku Cyber Crime Dideportasi
Ronny mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan terhadap ratusan warga Cina yang tertangkap. Sebab, menurut dia, kejahatan cyber telah dilakukan secara terorganisasi.
"Jadi kelompok mereka itu yang cari data orang-orang yang menjadi korban, ada kelompok yang mengaku menjadi pejabat, hakimnya, jaksanya," ujarnya.
Kepolisian menangkap 92 warga negara asing asal Cina di Surabaya karena dugaan kejahatan cyber. Beberapa hari sebelumnya, polisi menggerebek sebuah rumah mewah di Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Pihak kepolisian mengatakan penangkapan dilakukan setelah Markas Besar Kepolisian RI dan Polda Metro Jaya mendapat laporan dari kepolisian Cina. Mereka melapor warga Cina yang berada di Indonesia telah banyak ditipu oleh sindikat cyber crime.
Ronny menjelaskan, kejahatan cyber harus memperhatikan locus delicti atau tempat kejadian perkaranya. "Cyber crime ada dua locus delicti, Indonesia dan Cina," ujarnya. Karena itu, kepolisian Indonesia bisa membuktikan dulu kasus ini sebagai tindak pidana pencucian uang.