Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, melihat pesawat terbang tanpa awak, di Lapangan Terbang Rumpin Airfield, Bogor, 27 Juli 2017. Drone Rajawali 720 memiliki kemampuan terbang mencapai durasi 24 jam, dengan radius jelajah 20 kilometer hingga 1000 km. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Bogor - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan rencana pengadaan unmanned aerial vehicle (UAV) atau drone buatan luar negeri justru ditujukan untuk mengembangkan kemampuan domestik. Rencana mendatangkan medium altitude long endurance (Male) UAV buatan Cina pun bertujuan sama.
"(Negara) mana pun pasti beli (untuk) dia bedah, dia pelajari. Kita juga beli saja sedikit satu atau dua, kemudian kita pelajari," ujar Ryamizard setelah menyaksikan demo terbang drone karya anak bangsa di lapangan terbang Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Rumpin, Bogor, Kamis, 27 Juli 2017.
Ryamizard mengatakan tingginya biaya yang dibutuhkan pemerintah untuk pengadaan drone. Namun, dia menekankan perlunya memiliki produk asing untuk melengkapi alat utama sistem pertahanan Indonesia.
"Memang untuk penelitian, percobaan, mahal, tapi kalau kita mau maju ya mahal itu memang sudah teruji," tuturnya tanpa menyebut kisaran biaya yang akan habis untuk pengadaan drone tempur.
Drone buatan industri dalam negeri dinilainya cukup, meski baru memiliki fungsi intai dan pemetaan wilayah. Pada demo terbang di Rumpin pun, Ryamizard memuji produk drone karya Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertahanan dengan sejumlah perusahaan, salah satunya PT Bhineka Dwi Persada.
"Yang utama ya begini (drone buatan dalam negeri), jadi untuk di perbatasan sudah cukup. Di Manado, di Tarakan, dipasang, sudah bisa pantau kegiatan teroris di situ," tutur Ryamizard Ryacudu.