Pengacara Miryam Sebut Jaksa KPK Tak Berhak Tuntut Kliennya

Reporter

Senin, 24 Juli 2017 13:36 WIB

Terdakwa pemberi keterangan palsu dalam perkara korupsi e-KTP, Miryam S. Haryani bersiap-siap menjalani sidang eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 24 Juli 2017. TEMPO/Maria Fransisca

TEMPO.CO, Jakarta - Surat keberatan mantan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Miryam S. Haryani atas dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibacakan seluruhnya oleh tim kuasa hukumnya. Politikus Hanura itu didakwa memberikan keterangan palsu dalam sidang korupsi proyekKartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).

Dalam surat keberatannya, kuasa hukum Miryam menyatakan jaksa penuntut umum KPK tidak berhak menuntut kliennya. Sebab, perbuatan yang dilakukan Miryam bukan perkara tindak pidana korupsi.

Baca: Sidang Eksepsi, Kenapa Miryam Optimistis Pembelaannya Diterima?

Menurut kuasa hukum Miryam, Heru Andeska, Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi tidak sepatutnya didakwakan kepada kliennya. Pasal itu, kata dia, dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi BAB III tentang Tindak Pidana Lain, sementara tentang Tindak Pidana Korupsi dimuat dalam BAB II.

"Artinya, pembuat undang-undang secara terang, tegas, dan jelas menyatakan tindak pidana lain itu bukan termasuk tindak pidana korupsi meskipun tindak pidana itu diatur dalam Undang-Undang Tipikor," katanya saat membacakan surat keberatan Miryam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 24 Juli 2017.

Heru beranggapan kasus Miryam selayaknya diproses hukum di Pengadilan Umum. "Tindak pidana yang didakwakan kepada Miryam tidak dapat diproses dalam semua tingkat pemeriksaan, mulai penyidikan, penuntutan , hingga peradilan," ujarnya.

Baca juga: Miryam S. Haryani Minta Perlindungan Pansus Hak Angket KPK

Selain itu, surat dakwaan yang disusun jaksa dianggap menyimpang. Saat pemeriksaan, Miryam disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, saat pelimpahan ke pengadilan, ada tambahan Pasal 64 ayat (1) KUHP dari jaksa penuntut umum.

"Penambahan Pasal 64 ayat 1 KUHP oleh jaksa yang menyimpang dari pemeriksaan menyebabkan surat dakwaan tidak bisa diterima dan harus dinyatakan batal," ucapnya.

Pihak kuasa hukum Miryam juga mempertanyakan soal pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP). Menurut mereka, pencabutan BAP adalah suatu sikap yang biasa dilakukan saksi sidang, bukan perbuatan yang melawan hukum.

Pengacara Miryam juga menilai jaksa tak jelas menyebutkan kapan waktu terjadinya pemberian keterangan palsu. Karena itu, Heru meminta majelis hakim menyatakan hak jaksa penuntut umum terhadap kliennya gugur dalam perkara ini.

"Kami meminta majelis hakim menerima eksepsi seluruhnya," tuturnya. Ia juga meminta Miryam S. Haryani dibebaskan dari segala dakwaan dan dipulihkan nama baiknya.

MAYA AYU PUSPITASARI




Berita terkait

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

4 jam lalu

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sudah 2 kali mangkir dalam pemeriksaan KPK sebelumnya dan tengah mengajukan praperadilan.

Baca Selengkapnya

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

8 jam lalu

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

KPK menangkap Abdul Gani Kasuba beserta 17 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan atau OTT di Malut dan Jakarta Selatan pada 18 Desember 2023.

Baca Selengkapnya

Babak Baru Konflik KPK

13 jam lalu

Babak Baru Konflik KPK

Dewan Pengawas KPK menduga Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melanggar etik karena membantu mutasi kerabatnya di Kementerian Pertanian.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

13 jam lalu

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

KPK telah menetapkan bekas Wali Kota Bandung Yana Mulyana dan bekas Sekda Bandung Ema Sumarna sebagai tersangka kasus suap proyek Bandung Smart City.

Baca Selengkapnya

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

14 jam lalu

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto menganggap Nurul Ghufron tak penuhi syarat lagi sebagai pimpinan KPK. Insubordinasi melawan Dewas KPK.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

15 jam lalu

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor mengajukan praperadilan ke PN Jakarta selatan. Dua kali mangkir dari pemeriksaan KPK.

Baca Selengkapnya

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

18 jam lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

23 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

2 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya