Ketua DPRD Yogyakarta: Imbauan Siswi Berjilbab di Sekolah Negeri Tak Tepat
Editor
Widiarsi Agustina
Selasa, 18 Juli 2017 13:22 WIB
TEMPO.CO, YOGYAKARTA- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta, Sujanarko menyebut imbauan sejumlah sekolah menengah pertama negeri agar siswi beragama Islam mengenakan jilbab pada penerimaan siswi baru tidak tepat.
Alasannya sekolah negeri selama ini menjadi percontohan nilai-nilai keberagaman dan toleransi. “Imbauan agar siswi muslim mengenakan jilbab menandakan ada pemilahan-pemilahan, yang tidak sesuai dengan semangat keberagaman,” kata Sujanarko ketika dihubungi, Selasa, 18 Juli 2017.
Di Yogyakarta, kata Sujanarko selama ini kerap terdengar informasi bahwa sejumlah sekolah negeri mewajibkan siswi muslim mengenakan jilbab. Kewajiban mengenakan jilbab, kata Sujanarko tidak terlepas dari pandangan, sikap, dan kebijakan dari kepala sekolah. “Sekolah-sekolah negeri seharusnya memegang prinsip-prinsip keberagaman, toleransi, dan menjunjung nasionalisme,” kata Sujanarko.
Ia menuding Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta membiarkan situasi itu. Menurutnya, bila tidak segera diatasi, maka berbahaya bagi usaha mempertahankan nilai-nilai keberagaman di sekolah. Sujanarko meminta Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X segera bersikap sebelum situasi yang keluar dari prinsip keberagaman di Yogyakarta menjadi lebih parah.
Di Yogyakarta beredar surat pengumuman imbauan siswi muslim mengenakan jilbab. Penggalan surat pengumuman tentang syarat daftar ulang bagi peserta didik yang diterima tahap II (reguler) poin 7 itu berbunyi untuk siswa yang beragama Islam khususnya siswa putri harus berjilbab/tutup kepala warna putih, dan membawa mukena/rukuhuntuk pelaksanaan sholat jama'ah. Surat bertanda tangan Kepala Sekolah SMP Negeri 11, Sukirno itu diberi tanggal 13 Juli 2017.
BACA: Alasan SMP Negeri 11 Yogya Imbau Siswa Muslim Berjilbab
Surat kewajiban berjilbab bagi siswi muslim juga muncul pada surat pengumuman SMP Negeri 7 Yogyakarta. Surat bertanda tangan Kepala SMP N 7, Sugiharjo itu tertanggal 13 Juli 2017. Poin 3 dalam surat itu berbunyi pakaian seragam yang dipakai mulai tanggal 20 Juli 2017 jika sudah memiliki adalah: A. Hari Senin. a.2. Bagi siswi putri busana muslimah: kerudung putih, rok putih panjang, baju putih lengan panjang. b. Hari Selasa sampai dengan Rabu. b.2. Bagi siswi putri busana muslimah: kerudung putih, rok biru panjang, baju putih lengan panjang.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Edy Heri Suasana berbalik mempertanyakan ketika Tempo bertanya. “Kalau yang bukan muslimah, bagaimana? Kalau muslim dan muslimah diwajibkan sholat, apakah salah? Apakah kewajiban sholat bagi umat muslim termasuk intoleransi?,” kata Edy ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat.
Ia meminta Tempo untuk melihat pedoman pakaian sekolah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ihwal aturan seragam sekolah. Pakaian seragam sekolah di seluruh jenjang diatur dalam Peraturan Mendikbud (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014. Peraturan itu bicara tentang seragam yang harus digunakan siswa siswi di sekolah. Dalam aturan itu, tidak ada penjelasan siswi di sekolah negeri wajib mengenakan jilbab. Sebaliknya, tidak ada larangan siswa memakai jilbab.
Kepala SMP N 11 maupun SMP N 7 membantah sekolahnya mewajibkan siswi beragama Islam untuk mengenakan jilbab. Kepala SMP N 11, Sukirno mengatakan pengumuman tentang seragam sekolah setelah siswi diterima di sekolah itu hanya imbauan, bukan kewajiban. Menurut dia, pengumuman itu hanya menyangkut sopan santun atau etika kesopanan.
Sukirno beralasan, pengumuman itu dikeluarkan dengan pertimbangan penumbuhan karakter dan sesuai visi misi sekolah yakni ketakwaan dan keimanan. Selain itu, etika kesopanan untuk siswi. “Itu hanya imbauan, bukan kewajiban,” kata Sukirno.
Kepala SMP N 7, Sugiharjo juga membantah kewajiban siswi muslim mengenakan jilbab di sekolahnya. Menurut dia siswi muslim boleh tidak berjilbab asalkan menjaga kesopanan. Ia menyatakan siswi berjilbab itu mengikuti proses. “Kami tidak mewajibkan. Saya hanya mengharapkan orang beragama sesuai dengan tuntunannya,” kata Sugiharjo.
SHINTA MAHARANI