Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham dan Ketua Harian, Nurdin Halid, memberi pernyataan seputar penetapan Ketua Umum Golkar, Setya Novanto, sebagai tersangka dugaan korupsi proyek e-KTP di depan rumah pribadi Setya di Jalan Wijaya nomor 13, Jakarta, 17 Juli 2017. TEMPO/Ahmad Faiz
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan pihaknya mengadakan rapat kilat setelah Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Salah satunya membahas tentang penunjukan pelaksana tugas (plt) ketua umum partai.
"Kami bicarakan, tapi sekali lagi, semua di Golkar ini ada sistemnya," katanya di kediaman Setya di Jalan Wijaya 13, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.
Masalah penunjukan plt ini, kata Idrus, akan diserahkan sepenuhnya sesuai dengan mekanisme yang berlaku di internal Golkar. Setya selaku ketua umum akan mengambil keputusan organisatoris terkait dengan hal ini.
Namun Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid menjelaskan, partainya tidak perlu menunjuk plt ketua umum. Sebab, dalam struktur organisasi partai, ada sekretaris jenderal, ketua harian, dan ketua koordinator bidang yang tugas dan fungsinya telah dibagi-bagi sesuai dengan tata kerja.
"Pak Novanto, sampai saatnya, kami menghargai asas praduga tak bersalah, dia tetap menjadi ketua umum," ujarnya.
Penetapan Ketua Umum Partai Golkar sebagai tersangka disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo sekitar pukul 19.00. Ia diduga menyalahgunakan kewenangannya sehingga mengakibatkan negara rugi Rp 2,3 triliun.
Menurut Agus, penetapan tersangka terhadap Setya Novanto dilakukan setelah KPK mencermati fakta persidangan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012. "KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka," ucapnya.