Menteri Dalam, Negeri Tjahjo Kumolo, bersama Ketua Pansus RUU Pemilu, Lukman Edy (F-PKB), memberi penjelasan tentang pembahasan isu-isu krusial dalam RUU Pemilu yang masih alot. Pemerintah dan DPR berharap isu-isu tersebut dapat diputuskan secara musyawarah. Jakarta, 14 Juni 2017. TEMPO/Ahmad Faiz
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membantah keinginan pemerintah mempertahankan presidential threshold dalam RUU Pemilu bertujuan menjegal calon lain. Angka ambang batas pencalonan calon presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen dan 25 persen itu bertujuan memperkuat sistem presidensial.
"Sudah diatur dalam undang-undang yang baru, tidak akan mungkin ada calon tunggal. Ini kan agar memperkuat sistem presidensial," kata Tjahjo saat ditemui di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.
Dalam RUU Pemilu yang sedang dibahas di DPR, pemerintah ingin presidential threshold dipatok 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Angka ambang batas ini telah berlaku dalam dua kali pelaksanaan pemilu sebelumnya, yakni Pemilu 2009 dan 2014.
Tjahjo membantah keinginan pemerintah mempertahankan angka tersebut bertujuan menjegal calon lain atau agar hanya ada calon tunggal. Menurut dia, tudingan tersebut tidak terbukti. "Kalau ada pengamat atau politikus yang mengatakan 20 dan 25 persen itu kepentingan pemerintah, kepentingan calon tunggal, buktinya enggak ada kok," kata Tjahjo.
RUU Pemilu ditargetkan rampung sebelum 20 Juli 2017. Tjahjo mengatakan semua lobi dan penjelasan telah dilakukan pemerintah dalam enam bulan pembahasan RUU Pemilu. Hal itu dilakukan baik di dalam panitia khusus maupun panitia kerja RUU Pemilu. Dia berharap, musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan fraksi-fraksi di DPR bisa menghasilkan titik temu. "Mudah-mudahan kata mufakatnya 20 dan 25 persen. Karena undang-undang yang ada sudah baik, kenapa harus diubah," katanya.
Namun, jika nantinya proses di DPR tidak berhasil memutuskan angka presidential threshold seperti harapan pemerintah, Tjahjo mengatakan pemerintah akan menggunakan undang-undang yang lama, yakni angka presidential threshold 20 dan 25 persen. "Kalau sekarang pemerintah bersikukuh tidak mau melanjutkan, ya tetap kembali ke undang-undang lama, soal teknisnya ada yang tidak setuju, menggugat ke MK, silakan. Semua undang-undang pasti digugat ke MK. Itu hak warga negara," kata Tjahjo.