TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens, bersyukur Peraturan Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 atau Perppu Ormas disahkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Perppu Ormas tersebut menjadi alasan Boni menghadiri wawancara dengan TV One meski dalam keadaan sakit.
"Alhamdulillah setelah kejadian kemarin difitnah, Presiden (Jokowi) menandatangani (Perppu Ormas) dan hari ini keluar Perppu Nomor 2 Tahun 2017," kata Boni dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu 12 Juli 2017.
Boni menuturkan, tanpa adanya Perppu Ormas, pemerintah tidak bisa membubarkan organisasi massa seperti Hizbut Tahrir Indonesia dan Front Pembela Islam. "Karena Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tidak menganut asas contrarius actus. Pembuat undang-undang tidak bisa serta merta membatalkan. Nah perppu ormas akan menganut asas itu, maka saya desak harus ada," ujarnya.
Akibat nekat datang ke TV One saat sakit untuk menjelaskan pentingnya Perppu Ormas, muncul tuduhan bahwa Boni sakaw saat diwawancara. Tuduhan itu digunjingkan di media sosial. Beberapa orang mengunggah video wawancara Boni yang kerap mengusap-usap hidungnya saat melakukan wawancara dengan host TVOne.
"Saya bilang dokter dan teman-teman yang melarang datang, apapun resikonya yang penting saya bisa bersuara dan menyampaikan karena ini penting. Saatnya terbatas dan tidak ada yang bersuara tentang itu, maka saya bicara," kata dia.
Menurut Boni, saat datang ke TV One, dirinya masih mengenakan gelang sebagai pasien rumah sakit. Ia sedang menjalani perawatan di RSPAD Gatot Subroto karena sakit Hipokalsemia atau krisis kalsium. Sejak 29 Juni, Boni beberapa kali masuk rumah sakit dan dirawat selama beberapa hari.
Saat melakoni wawancara di TV One, sakitnya kambuh. Boni Hargens merasa sesak napas dan kekurangan oksigen. Sehingga ia meminta pada manajemen TV One untuk menghentikan wawancara di tengah-tengah segmen. "Jadi yang menghentikan acara di tengah jalan itu saya sendiri," kata Boni.