Seorang karyawan Kemenkes saat mengikuti kegiatan donor darah di Auditorium Siwabessy Kementrian Kesehatan, Kuningan, Jakarta, 11 Juni 2017. Pada tahun ini Kemenkes berfokus pada donor darah dalam keadaan darurat, dengan selogan "What can you do? Give now. Give often". TEMPO/Rizki Putra
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyatakan Indonesia masih mengalami kekurangan pasokan darah. Kekurangan ini salah satunya disebabkan oleh masih kurangnya pendonor darah.
"Kesadaran masyarakat juga masih kurang," ucap Nila di acara Hari Donor Darah Sedunia di gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2017.
Data dari badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) menyebut jumlah kebutuhan minimal darah di Indonesia sekitar 5,1 juta kantong darah per tahun. Angka itu mencapai dua persen jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan produksi darah yang baru bisa terpenuhi sebanyak 4,1 juta kantong dari 3,4 juta donasi. Dari jumlah darah yang tersedia, 90 persen di antaranya berasal dari donasi sukarela.
Karena itu, pemerintah akan terus berupaya membangun kesadaran masyarakat untuk mendonorkan darahnya. Menteri Nila mengatakan persoalan kurangnya pasokan darah bersifat kompleks. Selain perlu mendorong orang untuk donor, informasi seputar kesehatan harus dilakukan.
Nila menjelaskan, melakukan donor darah penting karena darah hanya bisa diproduksi oleh tubuh. Pasokan darah amat penting, khususnya bagi warga yang amat membutuhkan, seperti ibu yang akan melahirkan. "Darah untuk mencegah kematian ibu," ucapnya.
Ia menambahkan, selain dimanfaatkan ibu hamil dan bersalin, pasokan darah juga diperlukan untuk daerah-daerah rawan bencana. "Bukan hanya perawat tangguh yang diperlukan, melainkan juga pasokan darah," kata Nila.