(ki-ka) Direktur Bantuan Hukum YLBHI Julius Ibrani, Peneliti ICW Emerson Yuntho, dan Direktur Madrasah Antikorupsi Virgo Suliyanto mendatangi gedung KPK untuk menolak Revisi PP Nomor 99 Tahun 2012, 16 Agustus 2016. TEMPO/Maya Ayu Puspitasari
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Julius Ibrani menilai hak angket KPK dengan tujuan pengawasan hanyalah dalih yang digunakan DPR untuk melucuti lembaga antirasuah itu. Sebab, secara substansi angket ini bertujuan untuk memeriksa keabsahan penindakan perkara yang dilakukan penyidik KPK.
"Kalau kita perhatikan, kata pertama DPR di angket itu apa? Pengawasan. Tapi yang diminta secara substansi adalah pemeriksaan," kata Julius di kantor ICW, Ahad, 18 Juni 2017.
Menurut Julius pengawasan DPR mestinya ditujukan untuk suatu mekanisme atau prosedur. Sedang pemeriksaan sudah menyangkut substansi.
Contoh pengawasan adalah seperti yang dilakukan Komisi Yudisial. KY, kata Julius, mengawasi ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan majelis hakim saat mengambil keputusan. Namun, KY tidak berwenang memeriksa keabsahan putusan yang diambil majelis hakim. "Yang berwenang memeriksa itu Mahkamah Agung," ujarnya.
Mengenai hak angket, Julius berujar kewenangan untuk memeriksa substansi pemeriksaan KPK tidak dimiliki DPR. Sebab KPK bukan subjek angket. Selain itu, pembuktian pemeriksaan yang dilakukan penyidik sepenuhnya adalah kewenangan pengadilan. "KPK tidak wajib mematuhi angket yang dimintakan DPR," kata Julius.
Menurut dia, angket yang diajukan DPR ini tidak ditujukan untuk memberantas korupsi. Jika KPK menuruti permintaan DPR, kata Julius, maka KPK telah menempatkan diri sebagai lembaga politik yang melanggar hukum.
"Jika KPK melakukan proses politik yang tidak berdasar hukum, KPK akan melakukan yang bukan untuk kepentingan pemberantasan korupsi. Jangan-jangan KPK nanti jadi lembaga politik," ujarnya.
Angket KPK berakar dari keinginan DPR untuk melihat rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani, mantan anggota Komisi II DPR yang menjadi saksi korupsi e-KTP. Menurut penyidik KPK Novel Baswedan, Miryam pernah mengatakan bahwa ia diancam koleganya di DPR agar tidak mengatakan hal yang sebenarnya.