Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin meresmikan peluncuran Al Quran terjemahan bahasa daerah dan Ensiklopedia pemuka agama nusantara di Gedung Kemenag Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada Senin, 19 Desember 2016. Tempo/Dwi Herlambang (magang)
TEMPO.CO, Jakarta --Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap agar kebijakan lima hari sekolah (full day school) tidak berdampak kepada keberadaan madrasah. Lukman menginginkan kedua lembaga pendidikan, yaitu sekolah umum dan madrasah bisa saling menguatkan.
"Saya berkepentingan agar keberadaan madrasah diniyah jangan terkena dampak negatif dari full day school," kata Lukman di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 14 Juni 2017. Menurut dia, perlu ada pengakuan kepada guru-guru madrasah atau pesantren dengan cara menambah jam belajar.
Oleh sebab itu, Menteri Lukman menyarankan agar dilakukan sosialisasi menyeluruh terhadap kebijakan sekolah lima hari tersebut. Ia juga meminta agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengajak bicara pemangku kepentingan, seperti organisasi guru atau madrasah. "Saya sudah bicara dengan Mendikbud agar memberikan penjelasan menyeluruh. Agar tidak disalahpahami masyarakat," ucapnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan akan menjelaskan ihwal penerapan sekolah lima hari. Usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo, ia menuturkan akan membuat petunjuk teknis mengenai full day school.
"Ini kan juknis (petunjuk teknis) belum disusun. Saya dengan Kemenag sudah berkoordinasi untuk mengatur petunjuk teknisnya," kata Muhadjir.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Zainut Tauhid Sa’adi meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkaji kebijakan sekolah lima hari karena akan berpengaruh terhadap pendidikan keagamaan seperti pesantren dan madrasah.
Kebijakan yang membuat pelajar menempuh pendidikan selama delapan jam per hari ini berpotensi membuat madrasah dan pesantren gulung tikar.