TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya dikritik lamban dalam mengusut kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK menemukan beberapa kejanggalan dalam kasus tersebut. Berikut ini sejumlah kejanggalan dalam kasus Novel Baswedan:
1. Tidak ditemukan sidik jari Dari lokasi kejadian, terdapat barang bukti cangkir kaleng blirik hijau, yang digunakan pelaku untuk menyiram wajah Novel Baswedan dengan air keras. Namun polisi menyatakan tak ada sidik jari yang ditemukan di gagang cangkir, karena bentuknya kecil. Hal ini jelas janggal, karena pelaku secara khusus dan terarah menyiram muka Novel sehingga memerlukan konsentrasi, tenaga, dan genggaman tangan kuat pada gagang cangkir.
Lazimnya, polisi mempublikasikan rekaman kamera pengawas yang berkaitan dengan tindak pidana untuk mendapatkan informasi dari masyarakat. Beda dengan kasus Novel, rekaman kamera pengawas justru disimpan.
3. Menangkap lalu melepas terduga Polisi membebaskan empat terduga pelaku dengan dalih tak ada bukti kuat. Mereka adalah Mukhlis, Hasan, Muhammad Lestaluhu, dan Niko Panji Tirtayasa. Alasannya, ketiga pelaku, kecuali Niko berdasarkan pengecekan lokasi ponsel pintar (GPS), tak berada di lokasi kejadian saat penyerangan. Lestaluhu mendatangi rumah Novel sepekan sebelum kejadian menanyakan perihal gamis laki-laki ke butik rumahan milik istri Novel.
4. Inkonsistensi pernyataan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia atau Mabes Polri dan Kepolisian Polda (Polda) Metro Jaya mengeluarkan keterangan yang berbeda tentang kasus teror terhadap Novel Baswedan ini. Mabes Polri, misalnya, pernah menyebut telah mengetahui pelaku dan menangkapnya. Sedangkan Polda Metro Jaya meralat keterangan Mabes Polri dengan menyatakan yang ditangkap bukan pelaku.