Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang (kanan) dan Juru bicara KPK Febri Diansyah mennunjukkan ruang Hubungan Masyarakat (Humas) di gedung KPK Merah Putih, 19 Februari 2017. Gedung ini akan menggantikan gedung lama KPK yang beralamat di Jalan HR Rasuna Said Kav C1, Jakarta Selatan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang belum banyak menanggapi perkembangan pembentukan Pansus Hak Angket KPK di Dewan Perwakilan Rakyat. Susunan keanggotaan Pansus Hak Angket kian jelas dengan terpilihnya anggota Fraksi Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa di posisi ketua.
Saut belum bisa menjawab pertanyaan soal sikap KPK jika nantinya dipanggil oleh pansus yang terbentuk pada akhir Mei 2017 itu. "Kami akan bahas dulu substansinya apa, dilihat dulu. Kami belum putuskan," kata Saut di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu, 7 Juni 2017.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan KPK masih mengkaji keabsahan Pansus Hak Angket KPK. Pembentukan pansus itu sempat diindikasi berseberangan dengan Undang Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Pasal 201 ayat 2 UU tersebut mengharuskan keanggotaan pansus terdiri atas semua unsur fraksi di DPR.
"Jadi kalau masih ada dua fraksi yang tidak mengirim anggota (untuk menjadi anggota pansus hak angket), ada pertanyaan serius apakah itu sah atau tidak secara hukum," ujar Febri.
KPK masih menunggu laporan terkait struktur resmi pansus tersebut, termasuk pembiayaannya. "Karena di pasal 202 (UU MD3) ditegaskan bahwa harus ada keputusan DPR RI dan anggaran untuk pembiayaan."
Febri menekankan KPK belum akan membuka rekaman kesaksian Miryam S. Haryani, sebelum memastikan keabsahan pansus. Rekaman pemeriksaan Miryam yang merupakan tersangka kasus e-KTP itu sebelumnya memicu pembentukan Pansus Hak Angket KPK.
"Kita tidak akan membuka rekaman pemeriksaan Miryam, karena justru akan melanggar hukum jika dibuka di luar pengadilan. Kita patuhi apapun risikonya," kata Febri.