Ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri berpidato saat menutup Kongres IV PDI Perjuangan, di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, 11 April 2015. Dalam pidatonya Megawati meminta PDI-P agar menjadi pelopor partai politik dan menjadi mesin utama yang menyerukan gerakan revolusi mental di seluruh Nusantara. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Blitar - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Sukarnoputri mengecam kelompok radikal yang ingin menguasai Republik Indonesia. Didampingi Said Aqil Siradj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Megawati meminta kader PDIP dan Nahdlatul Ulama (NU) rela menyerahkan nyawa untuk membela negara.
Orasi yang dilakukan Megawati Sukarnoputri menjadi puncak acara peringatan Hari Lahir Pancasila di kompleks makam Bung Karno, Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Senin, 5 Juni 2017. Orasi ini pun mengaduk emosi ribuan kader PDIP dan NU yang hadir. Sesekali mereka tertawa dengan gurauan Megawati, sesekali mereka meneriakkan yel-yel “merdeka” saat sang ketua umum mengibarkan bendera merah putih.
Tepat di depan makam Bung Karno yang diberi podium, Megawati menyampaikan orasinya. Sementara di kanan-kirinya berjajar para fungsionaris partai, seperti Hasto Kristanto dan Djarot Saiful Hidayat. Di depannya ratusan kepala daerah, mulai gubernur hingga bupati, juga wali kota yang diusung PDIP dari seluruh Indonesia berkerumun. Tampak salah satunya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
“Saya berterima kasih kepada pemerintah, setelah sekian lama PDIP tanpa henti meminta tanggal 1 Juni menjadi hari kelahiran Pancasila untuk diperingati, akhirnya terlaksana,” kata Megawati membuka orasinya, Senin.
Putri Bung Karno ini melanjutkan, saat ini banyak orang yang melupakan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika telah dilupakan sehingga negara mengalami keguncangan.
Dia mengingatkan, lamanya masa penjajahan terhadap rakyat Indonesia hingga 350 tahun tak lepas dari upaya memecah belah masyarakat. Berulang kali upaya perlawanan yang dilakukan pejuang di berbagai daerah selalu kandas akibat tidak adanya persatuan.
Hingga suatu masa muncul deklarasi Sumpah Pemuda yang mempersatukan para pemuda dari seluruh pelosok Tanah Air dan menjadi awal perjuangan baru meraih kemerdekaan. “Hari-hari ini ada sebagian bangsa Indonesia yang tak memperbesar cara berpikirnya, tapi justru mempersempit dan seolah-olah memiliki Tanah Air ini sendiri,” kata Megawati.
Padahal di Timur Tengah sendiri, yang notabene seluruh penduduknya beragama Islam, situasinya justru lebih buruk. Mereka saling serang dan membunuh sesama umat Islam dan memberi gambaran buruk kehidupan yang homogen.
Terhadap situasi tersebut, Megawati meminta semua kader PDI Perjuangan bersatu dan bahu-membahu menyelamatkan negara. “Kalau kader NU siap menyerahkan nyawa membela Tanah Air, apakah kader PDI Perjuangan juga sanggup?” tanya Megawati yang disambut teriakan pendukungnya.