Sejumlah tahanan dijaga petugas di dalam truk polisi saat direlokasi dari Rutan Klas IIB Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Riau, 6 Mei 2017. Ratusan tahanan kabur yang telah diringkus kembali direlokasi karena kondisi Rutan Pekanbaru terlalu penuh. ANTARA/FB Anggoro
TEMPO.CO, Jakarta - Institute Criminal Justice Reform mengaku prihatin atas kasus kaburnya penghuni Rumah Tahanan Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Riau, yang terjadi beberapa waktu lalu. "Kejadian kali ini adalah kasus kaburnya penghuni rutan atau lapas terbesar di Indonesia," kata Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 7 Mei 2017.
Supriyadi mengatakan, masalah di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan Indonesia sudah dalam situasi yang mengkhawatirkan. Menurut dia, masalah utamanya ialah soal kelebihan penghuni yang dialami sebagian besar lapas sudah dalam kondisi akut. "Ini akan menimbulkan krisis akibat kepadatan atau dikenal sebagai over crowding," ujarnya.
Supriyadi menilai tidak ada solusi pemerintah yang jitu dan komprehensif selama ini lantaran pembenahannya tambal sulam. Padahal, beberapa kebijakan kriminal telah dibuat sebagai upaya mengurangi jumlah asupan narapidana ke penjara, seperti menaikkan batas minimal tindak pidana ringan dan rehabilitasi bagi korban pengguna narkotika. "Namun kebijakan ini belum memberikan kontribusi bagi masalah lapas," ucapnya.
Supriyadi melihat, masalah terbesar berada pada tujuan pemidanaan di Indonesia yang masih kental penjeraan dengan menggunakan pidana penjara. Meski ada ketentuan kerja sosial sebagai hukuman alternatif lain di luar pidana penjara, tetapi hal itu berlaku jika pidana yang dijauhkan tidak lebih dari enam bulan.
Persoalannya, kata Supriyadi, ancaman pidana penjara dalam Rancangan KUHP tergolong tinggi dan sangat bergantung pada keputusan hakim yang juga bergantung dari tuntutan jaksa. "Secara teknis dan praktik, hakim akan susah menjatuhkan pidana rendah ( di bawah 6 bulan), apabila jaksa menuntut pidana penjara tinggi yang juga bergantung pada ancaman pidana dalam undang-undang," kata dia.
Berdasarkan temuan ICJR, hanya ada 59 tindak pidana yang dapat dijatuhi pidana kerja sosial. Sedangkah 1.154 perbuatan pidana yang diancam pidana penjara terdapat 249 perbuatan yang diancam dengan pidana minimum dari 1-4 tahun penjara. Temuan ini belum termasuk ancaman pidana undang-undang ITE, narkoba, dan sebagainya.
"Atas situasi ini, ICJR mendorong pemerintah melakukan evaluasi yang serius atas kebijakan pemidanaan di Indonesia, khususnya mengantisipasi over kapasitas untuk meminimalisir over crowding," kata dia.