Korupsi BLBI, KPK Dalami Penerapan Aturan Kebijakan Pemerintah  

Reporter

Selasa, 2 Mei 2017 20:49 WIB

Febri Diansyah, Kepala Biro Humas KPK. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi belum bisa menyimpulkan apakah kebijakan pemerintah dalam menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 terkait dengan pemberian dana BLBI atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia merupakan tindak pidana korupsi. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan KPK perlu mendalami aturan yang dikeluarkan saat masa krisis itu.

"Kita harus tahu dulu aturannya seperti apa, kebijakannya. Sejauh mana aturan diterapkan dengan benar. Misal, obligor diberikan SKL, itu aturannya seperti apa," kata Febri di kantornya, Selasa, 2 Mei 2017.

Baca: Kasus Korupsi BLBI, Rizal Ramli: Ada Kemungkinan Salah Kebijakan

Inpres Nomor 8 Tahun 2002 ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada masa itu, hampir seluruh bank di Indonesia nyaris kolaps lantaran anjloknya perekonomian Indonesia. Ketetapan inpres pun memungkinkan Bank Indonesia untuk meminjamkan dana kepada bank-bank sebagai bantuan likuiditas. Bantuan itu diberikan kepada pemilik bank.

Febri mengatakan, saat ini KPK belum berencana memanggil Megawati terkait dengan kebijakan penetapan Inpres Nomor 8 Tahun 2002. Ia berujar KPK akan mendalami seluruh fakta terutama yang terkait dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), dan beberapa menteri dalam tahapan kebijakan implementasi BLBI tersebut.

"Aturan kan beragam. Dari UU, TAP MPR, dan Inpres. Peraturannya kami lihat, tapi bagaimana alur proses kebijakannya seperti apa itu yang kami dalami. Misal rekomendasi yang disampaikan seperti apa," ujar Febri.

Baca: Rizal Ramli: Korupsi BLBI Tak Lepas dari Peran IMF

Hingga kini ada 21 bank yang mendapat surat keterangan lunas membayar pinjaman BLBI. Mantan Menteri Ekonomi, Keuangan, dan Industri Rizal Ramli menyebut ada beberapa obligor yang seharusnya belum mendapat SKL karena belum melunasi utang.

KPK kini baru menemukan satu obligor yang belum melunasi utang tapi sudah mendapatkan SKL. Ia adalah pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia, Sjamsul Nursalim. KPK pun menetapkan Ketua BPPN Syarifuddin Tumenggung sebagai tersangka karena menerbitkan SKL itu.

Febri mengatakan lembaga antirasuah saat ini akan fokus mendalami soal penerbitan SKL lebih dulu. Penyidik, kata akan membuktikan lebih dulu sejauh mana tersangka dan pihak lain mengetahui ada utang sebelum SKL diterbitkan. Selanjutnya, KPK akan mendalami apakah SKL itu patut diterbitkan atau tidak.

Baca: Kasus Korupsi BLBI, KPK Ikut Buru Aset Sjamsul Nursalim

"Kalau kita bicara soal penerbitan SKL, apa SKL ini patut diterbitkan atau tidak, ini tidak bisa dipisahkan. Karena kalau dipisahkan bisa jadi SKL-nya tidak masalah," ujar Febri.

MAYA AYU PUSPITASARI

Berita terkait

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

48 menit lalu

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

Dewas KPK menunda sidang etik dengan terlapor Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

2 jam lalu

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

Penyidik KPK menggeledah kantor Sekretariat Jenderal DPR atas kasus dugaan korupsi oleh Sekjen DPR, Indra Iskandar. Ini profil dan kasusnya.

Baca Selengkapnya

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

8 jam lalu

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

Gugatan praperadilan Bupati Sidoarjo itu akan dilaksanakan di ruang sidang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pukul 09.00.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

13 jam lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

22 jam lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

KPK Belum Putuskan Berapa Lama Penghentian Aktivitas di Dua Rutan Miliknya

22 jam lalu

KPK Belum Putuskan Berapa Lama Penghentian Aktivitas di Dua Rutan Miliknya

Dua rutan KPK, Rutan Pomdam Jaya Guntur dan Rutan Puspomal, dihentikan aktivitasnya buntut 66 pegawai dipecat karena pungli

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

1 hari lalu

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan penyidikan dan penyelidikan kasus korupsi tetap berjalan di tengah konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho

Baca Selengkapnya

KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri dalam Penanganan Perkara Eddy Hiariej

1 hari lalu

KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri dalam Penanganan Perkara Eddy Hiariej

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan tidak ada intervensi dari Mabes Polri dalam kasus eks Wamenkumham Eddy Hiariej

Baca Selengkapnya

Periksa 15 ASN Pemkab Sidoarjo, KPK Dalami Keterlibatan Gus Muhdlor di Korupsi BPPD

1 hari lalu

Periksa 15 ASN Pemkab Sidoarjo, KPK Dalami Keterlibatan Gus Muhdlor di Korupsi BPPD

KPK memeriksa 15 ASN untuk mendalami keterlibatan Bupati Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor dalam dugaan korupsi di BPPD Kabupaten Sidoarjo

Baca Selengkapnya

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

1 hari lalu

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah ada tekanan dari Mabes Polri sehingga belum menerbitkan sprindik baru untuk Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya