Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo setelah rapat pansus RUU Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 13 Februari 2017. Tempo/Arkhelaus
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut ada 5 masalah yang membuat pembahasan Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu molor dari target. Salah satu masalah itu adalah perihal Presidential Threshold atau ambang batas pemilihan presiden.
"Kebanyakan masih minta 0 persen. Kalau 0 persen, partainya (pemilik) MNC (Perindo) pun bisa langsung ikut pemilu dan ngusung capres," ujar Tjahjo sambil tersenyum di depan Istana Kepresidenan, Selasa, 2 Mei 2017.
Sejauh ini, kata Tjahjo, pemerintah ingin Presidetial Threshold bertahan di angka sebelumnya. Adapun besarannya adalah 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari total suara sah nasional.
Masalah kedua adalah penambahan jumlah kursi DPR. Menurut Menteri Tjahjo, masih ada tarik menarik dalam besaran angka yang pas. Pemerintah hanya menghendaki penambahan lima kursi sementara DPR meminta 19 kursi di DPR.
Rencana penambahan 19 kursi di DPR (dari 560 menjadi 579) itu selama ini kerap dikritik banyak kalangan. Sebabnya, dianggap berpotensi membebani anggaran negara. "Masalah ketiga adalah soal DPRD. Mereka meminta penambahan satu kursi dari empat kursi menjadi lima kursi per provinsi. Itu belum putus juga," ujar Tjahjo.
Adapun masalah keempat dalam RUU Pemilu adalah belum adanya kesepakatan perihal biaya saksi yang akan dibebankan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kalau Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden berjalan serentak, satu putaran pemilu bisa membebani APBN hingga Rp 15 triliun.
"Kalau dua putaran, bisa Rp30 triliun. Itu gak hanya Menteri Keuangan (Sri Mulyani) yang bakal marah, rakyat juga marah," ujar Tjahjo. Nah, untuk masalah kelima, Tjahjo mengatakan hal itu masih berkaitan dengan sistem proprosional terbuka, tertutup, ataupun semi terbuka-tertutup.
Meski masalah yang dihadapi masih banyak, Tjahjo tetap optimistis pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu bisa selesai sesegera mungkin. Lima masalah yang belum usai itupun, kata ia, diprediksi bakal selesai di Paripurna dengan voting.
"Syukur kalau di Panja (Panitia Kerja RUU Pemilu) selesai. Kalau nggak, ya bawa ke Paripurna untuk voting. Paripurna pertengahan Mei bisa selesai," ujarnya mengakhiri.