Kasus Suap Satelit Bakamla, Begini Cerita Versi Adami dan Hardy

Reporter

Minggu, 30 April 2017 11:47 WIB

Pegawai PT. Melati Technofo Indonesia (MTI) Muhammad Adami Okta menaiki mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 15 Desember 2016. Ia bersama 2 orang swasta terjaring OTT dalam dugaan suap pengadaan Long Range Camera, Monitoring Satellite dan pengadaan Backbone Coastal Surveillance System. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta -Terdakwa kasus suap pengadaan satelit monitor Badan Keamanan laut (Bakamla) M Adami Okta menceritakan bagaimana ia bersama rekannya, Hardy Stefanus dan bosnya di PT Merial Esa Indonesia Fahmi Darmawansyah terlibat dalam kasus itu. Keterlibatan mereka, kata Adami, bermula saat Staf Khusus Kepala Bakamla Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi mendatangi bosnya pada bulan Maret 2016.

“Menawarkan, apa mau ikut bermain proyek di Bakamla,” kata Adami dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Jumat, 28 April 2017 lalu.

Baca juga:
Sidang Suap Satelit Bakamla, Kabakamla Tak Tahu Adami dan Hardy


Adami berujar, pada awalnya, bosnya ragu-ragu untuk ikut serta dalam lelang pengadaan barang di Bakamla lantaran perusahaannya belum pernah punya pengalaman di sana. Namun, kata dia, Ali mencoba meyakinkan Fahmi untuk ikut “main”. “Jika bersedia, harus mengikuti arahan,” kata dia. Saat itu, Ali belum menyebutkan soal fee yang perlu digelontorkan bila ingin menang lelang di sana. Ali pun sempat menanyakan produk apa yang dapat didukung oleh perusahaan Fahmi.

Setelah pertemuan itu komunikasi berlangsung intensif antara Fahmi dan Ali. Barulah, kata Adami, dia diberitahu bosnya bahwa Ali meminta persenan sebesar 15 persen untuk memuluskan jalan mereka memenangkan lelang di Bakamla. “Katanya waktu itu besarannya berubah-ubah, pernah bilang 30 persen,” ujarnya. Kemana duit itu akan dialirkan, kata Adami, Ali tidak menyebutkan.

Baca pula:
Pejabat Bakamla Diduga Disuap, Ini Kronologis Penangkapannya

Dari pertemuan awal, ungkap Adami, Ali menyatakan bahwa produk dari perusahaan Fahmi dibutuhkan sehingga akan diadakan pengadaan. Mereka pun kemudian diarahkan agar bertemu pihak-pihak Bakamla guna membicarakan spesifikasi alat.

Pertemuan yang berlangsung di kantor PT MEI itu sempat menyinggung soal anggaran, namun tidak secara spesifik. "Akan menggunakan APBN-P (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan)," kata Adami. Sebelumnya, Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo, menyatakan bahwa Bakamla akan memeroleh tambahan anggaran pada tahun 2016 sebesar Rp 1,5 Triliun dari anggaran awal sebesar Rp 350 Miliar. Pada saat itu, proyek ini belum dianggarkan sama sekali.

Silakan baca:
Sidang Suap Satelit, Kepala Bakamla: Tak Ada Perintah Terima Duit

Pada pertemuan lain, kata Adami, Ali meminta uang muka sebesar 6 persen terkait pengadaan dengan alasan untuk mengurus agar proyek itu dianggarkan. Akhirnya, Ali menyebutkan bahwa pengadaan satelit monitor dianggarkan sebesar Rp 400 Miliar.

Permintaan 6 persen itu akhirnya direalisasikan menjadi fulus sebesar Rp 24 Miliar dalam bentuk valuta asing. Adami mengaku bersama Hardy menyerahkan duit itu secara kepada Ali pada 1 Juli 2016 di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta. Dia tidak tahu apakah duit ini termasuk ke dalam 15 persen yang diminta Ali atau tidak.

Fahmi Darmawansyah lantas mengikuti lelang dengan dua perusahaan untuk dua proyek yang berbeda. PT Melati Technofo Indonesia untuk proyek satelit monitor dan PT Merial Esa Indonesia untuk proyek drone. Kedua perusahaan itu dinyatakan memenangkan lelang. Namun kontrak yang ditandatangani hanya untuk proyek satelit monitor lantaran tidak ada anggaran untuk proyek drone.

Setelah tanda tangan kontrak, kata Adami, Ali kembali meminta fulus kepada perusahaannya sebesar 2 persen dari nilai total proyek yaitu Rp 222 miliar. Ali meminta agar duit itu tidak diserahkan langsung kepada Bakamla, melainkan harus melalui dia. Namun, duit kemudian itu tidak diberikan lantaran, kata Adami, perusahaannya pun belum dibayar. "Saat itu belum saya berikan, saya sudah keburu bertemu Pak Eko (Eko Susilo Hadi)," kata dia. Eko Susilo Hadi adalah Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggaran pada saat itu.

Pertemuan Adami dengan Eko adalah ketika mereka akan melakukan kunjungan pabrik ke Jerman. Dari sana, Adami diberitahu Eko bahwa jatah Bakamla adalah 7,5 persen, namun dia diminta untuk segera menyiapkan 2 persen dan uang operasional sebesar 10 ribu dolar AS dan 10 ribu euro. Uang operasional sudah diberikan pada 14 November 2016.

Di Jerman, Adami mendapat instruksi dari Eko untuk membagi duit jatah Bakamla yang 2 persen ke sejumlah pihak dengan rincian masing-masing Rp 1 miliar untuk Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo serta Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan, dan Rp 2 miliar untuk Eko. Dia diminta menyerahkan duit-duit itu dalam bentuk valuta asing ke pihak terkait setelah kembali dari Jerman. Semua duit sudah dibagikan sesuai dengan arahan Eko.

Selain diminta memberi duit ke sejumlah Rp 4 miliar, Adami juga mengaku diminta Eko untuk memberi fulus ke Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp 120 juta. "Pak Eko minta dibantu anak buahnya karena sedang kesulitan, terkait dengan hutang," kata dia. Duit untuk Tri itu tidak termasuk ke dalam jatah 2 persen maupun 7,5 persen untuk Bakamla.

Kini, KPK masih mengusahakan untuk dapat menghadirkan Ali Fahmi dalam persidangan. Ali dinilai sebagai kunci untuk dapat menyelidiki lebih jauh keterlibatan sejumlah pihak, termasuk anggota DPR, dalam kasus suap sejumlah pejabat Bakamla ini.

CAESAR AKBAR I S. DIAN ANDRYANTO

Berita terkait

Kasus Suap Lukas Enembe, Jaksa KPK Tuntut Bekas Kepala Dinas PUPR Papua 7 Tahun Penjara

59 hari lalu

Kasus Suap Lukas Enembe, Jaksa KPK Tuntut Bekas Kepala Dinas PUPR Papua 7 Tahun Penjara

Kadis PUPR Papua Gerius One Yoman telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap Gubernur Papua Lukas Enembe.

Baca Selengkapnya

Kasus Dugaan Korupsi Gubernur Maluku Utara, KPK Jadwalkan Pemanggilan 2 Anggota TNI Hari Ini

59 hari lalu

Kasus Dugaan Korupsi Gubernur Maluku Utara, KPK Jadwalkan Pemanggilan 2 Anggota TNI Hari Ini

Kedua anggota TNI yang akan diperiksa KPK pada hari ini adalah ajudan Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Gani Kasuba.

Baca Selengkapnya

Didesak Segera Tahan Firli Bahuri, Ini Respons Polri

1 Maret 2024

Didesak Segera Tahan Firli Bahuri, Ini Respons Polri

Berkas perkara Firli Bahuri dikembalikan lagi oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 2 Februari lalu karena belum lengkap.

Baca Selengkapnya

Cerita Awal Pertemuan Dadan Tri Yudianto dengan Hasbi Hasan, Berawal dari Video Call Sang Istri

28 Februari 2024

Cerita Awal Pertemuan Dadan Tri Yudianto dengan Hasbi Hasan, Berawal dari Video Call Sang Istri

Dalam sidang kasus suap di Pengadilan Tipikor, Dadan Tri Yudianto beri kesaksian perkenalannya dengan sekretaris MA Hasbi Hasan.

Baca Selengkapnya

Hakim Kabulkan Praperadilan Helmut Hermawan, Tersangka di Kasus Dugaan Suap Eddy Hiariej

27 Februari 2024

Hakim Kabulkan Praperadilan Helmut Hermawan, Tersangka di Kasus Dugaan Suap Eddy Hiariej

Hakim menilai KPK tidak memiliki dua alat bukti yang sah saat menetapkan Helmut Hermawan sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya

Hakim Tunggal PN Jaksel Tolak Gugatan MAKI, Ini Kilas Balik Jejak Perburuan Harun Masiku

22 Februari 2024

Hakim Tunggal PN Jaksel Tolak Gugatan MAKI, Ini Kilas Balik Jejak Perburuan Harun Masiku

Harun Masiku didakwa dalam kasus suap pada 2021 dan menjadi buron sampai kini. Gugatan praperadilan MAKI soal itu ditolak hakim tunggal PN Jaksel

Baca Selengkapnya

Ketua PN Muara Enim Akui Setor Rp 100 Juta ke Ajudan Hasbi Hasan, JPU Ungkit Perbedaan dengan BAP

21 Februari 2024

Ketua PN Muara Enim Akui Setor Rp 100 Juta ke Ajudan Hasbi Hasan, JPU Ungkit Perbedaan dengan BAP

Dalam sidang, JPU juga mengkonfirmasi hubungan Ketua PN Muara Enim Yudi Noviandri dan Sekretaris MA Hasbi Hasan.

Baca Selengkapnya

Tersangka Pemberi Suap Gubernur Maluku Utara Segera Disidangkan di Pengadilan Tipikor

17 Februari 2024

Tersangka Pemberi Suap Gubernur Maluku Utara Segera Disidangkan di Pengadilan Tipikor

Ada 4 tersangka pemberi suap terhadap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba yang akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.

Baca Selengkapnya

Jaksa Tuntut Dadan Tri Yudianto 11 Tahun dan 5 Penjara di Kasus Suap Sekretaris MA

13 Februari 2024

Jaksa Tuntut Dadan Tri Yudianto 11 Tahun dan 5 Penjara di Kasus Suap Sekretaris MA

Dadan Tri Yudianto didakwa dalam kasus menerima suap sebesar Rp 11,2 miliar bersama Sekretaris MA nonaktif Hasbi Hasan.

Baca Selengkapnya

Helmut Hermawan Dirawat di RS Polri, Kuasa Hukum Beri Informasi Berbeda

6 Februari 2024

Helmut Hermawan Dirawat di RS Polri, Kuasa Hukum Beri Informasi Berbeda

Penahanan Helmut Hermawan dibantarkan dan dirawat inap di rumah sakit sejak Kamis malam atas permohonan tersangka kasus suap Eddy Hiariej itu.

Baca Selengkapnya