Serikat Tani Telukjambe melakukan aksi kubur diri di depan Istana Negara, Jakarta, 25 April 2017. Aksi tersebut dilakukan untuk mendapatkan perhatian pemerintah terkait konflik agraria di Telukjambe, Karawang, Jawa Barat. TEMPO/Caesar Akbar
TEMPO.CO, Jakarta - Lima orang petani Telukjambe, Kabupaten Karawang, Jawa Barat melakukan aksi kubur diri di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa, 25 April 2017. Aksi itu dilakukan untuk meminta Presiden Joko Widodo turun tangan menyelesaikan persoalan agraria di Telukjambe.
Para petani meminta agar negara memulangkan mereka ke lahan yang mereka klaim telah diserobot pabrik Mereka juga meminta hak guna bangunan perusahaan dicabut karena dianggap menyengsarakan petani.
Saat petani menggelar aksi, Presiden Jokowi sedang kunjungan ke luar kota.
Aksi kubur diri telah dimulai sejak pagi hari. Lima petani dikubur dalam peti kayu, yang ditaburi tanah di atasnya. Dari dalam peti kepala para petani menyembul, sedangkan badannya terkurung. Ratusan petani lainnya mengelilingi mereka dan berorasi.
"Kami terusir dari tanah kami sendiri. Rumah dan ladang sudah tergusur. Kami ke Jakarta minta perlindungan secara hukum kepada pemerintah pusat," ujar perwakilan Serikat Tani Telukjambe Bersatu Aris Wiyono.
Aris mengaku bersama para petani Telukjambe telah lebih dari satu bulan hijrah ke Jakarta. Mereka sempat menemui Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengadukan permasalahannya. Komisi II, kata Aris, turun memeriksa lokasi namun dihadang oleh sejumlah orang yang diduga tenaga pengamanan PT Pertiwi Lestari. BacaBantahan PT Pertiwi Lestari
Konflik agraria antara petani dan perusahaan di Karawang menyeruak pada 11 Oktober 2016. Ratusan warga, aparat, dan sejumlah petugas keamanan perusahaan sampai terlibat perkelahian.
Petani dan warga marah setelah lahan mereka diratakan menggunakan buldozer. Seusai eksekusi lahan, sebelas petani menjadi tersangka. Para petani yang kecewa berduyun-duyun meninggalkan tanahnya yang digusur.
Pemerintah Kabupaten Karawang sempat memberikan bantuan berupa tempat tinggal, logistik, dan pendidikan. Namun, menurut Aris, bantuan itu hanya bertahan 1,5 bulan sehingga mereka long march ke Jakarta.