Calon pimpinan (capim) KPK Saut Situmorang menyampaikan pendapat saat uji kelayakan dan kepatutan capim KPK di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, 14 Desember 2015. ANTARA/M Agung Rajasa
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK tengah melakukan konsolidasi untuk membahas hak angket yang digulirkan Komisi III DPR terkait permintaan pembeberan berita acara pemberitaan (BAP) mantan anggota komisi II DPR, Miryam S Haryani. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang.
"Kami lihat prosesnya dahulu. Karena kita di dalam mau konsolidasi juga," kata Saut Situmorang, di kantornya, Jakarta, Kamis 20 April 2017.
Saut mengatakan bahwa pihaknya masih melihat lebih jauh proses hak angket yang digulirkan oleh para anggota Komisi III DPR itu.
Saat dikonfirmasi bahwa hak angket tersebut merupakan salah satu bentuk intervensi terhadap KPK, Saut pun menampik wacana tersebut. Justru, kata Saut, DPR memang mempunyai fungsi check and balances terhadap lembaganya.
Sebelumnya, Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka rekaman pemeriksaan, Miryam S. Haryani, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik atau E-KTP. DPR mengancam akan menggunakan hak angket untuk memerintahkan rekaman itu dibuka.
Dalam rapat kerja yang berlangsung malam ini, sejumlah anggota dan pimpinan komisi meminta rekaman itu dibuka. Namun KPK berkukuh menolak permintaan ini.
Saat rapat berlangsung, anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Hanura, Dossy Iskandar, menyarankan DPR menggunakan instrumen yang dapat membuat KPK membuka rekaman itu. "Jika KPK menyatakan tidak bisa, ini harus ditarik ke instrumen parlemen yang memungkinkan bisa yaitu hak menyatakan pendapat atau turun sedikit, hak angket," katanya.
Jelang rapat ditutup dan saat pembacaan rumusan kesimpulan hasil rapat, KPK merasa keberatan dengan poin nomor empat. Di poin itu, DPR meminta pimpinan KPK mengklarifikasi dengan membuka rekaman pemeriksaan Miryam.