Dua orang pendaki memasang bendera Merah Putih saat peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesi ke 71 di Pasar Bubrah, gunung Merapi, Boyolali, Jawa tengah (17/8). Tempo/Rully Kesuma
TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa Bom Kuningan pada 9 September 2004 lalu telah merenggut sebelah mata Iwan Setiawan. Akibat peristiwa itu pula, istrinya meninggal setelah menderita luka tulang belakang selama dua tahun.
Peristiwa pahit itu masih membekas hingga sekarang. Terkadang dia masih terkenang sosok istrinya yang telah berpulang. Meski begitu, dia mengaku tak menyimpan dendam terhadap para pelaku teror. Buktinya, Iwan mampu menjalin pertemanan dengan seorang mantan anggota teroris dan ahli pembuat bom, Ali Fauzi.
"Saya menyadari bahwa kejadian itu takdir Tuhan dan saya harus memaafkan," kata Iwan, Kamis lalu. Menurut dia, dendam tidak akan membawanya kemana-mana. Justru dengan memaafkan, dia merasa bisa berbuat lebih dan memberikan pembelajaran.
Ali merasakan itu. Mantan Kepala Instruktur Jamaah Islamiyah Wakalah ini bertaubat dan keluar dari jaringan terorisme karena bertemu Iwan dan korban lainnya. "Mereka salah satu faktor yang membuat saya sadar," ujarnya.
Dari para korban, Ali bisa melihat jelas akibat perbuatannya yang selama ini ahli dalam membuat bom. Orang lain kehilangan anggota tubuh dan anggota keluarga. Dia juga dipengaruhi oleh keluarganya yang merasa kecewa dengan perbuatannya. "Saya juga disadarkan saat dalam tahanan oleh para polisi," ujarnya.
Kini, Iwan dan Ali bersatu dalam sebuah tim yang bernama tim perdamaian. Tim ini digagas oleh Aliansi Indonesia Damai (AIDA). Lembaga ini juga yang mempertemukan para korban dengan para mantan pelaku teroris dalam upaya menyebarkan pesan kedamaian. Pesan yang dibawa adalah kekerasan tak melulu harus dibalas dengan kekerasan, tapi justru dengan kedamaian. Itu lah yang akan membawa kedamaian itu sendiri.
Direktur AIDA Hasibullah Satrawi mengatakan belum semua korban bisa seperti Iwan. Menurut dia, baru ada sekitar 28 korban dan 3 mantan pelaku yang ikhlas untuk saling memaafkan dan siap bersama-sama melakukan kampanye perdamaian. “Setiap korban punya waktu dan kesiapan yang berbeda,” kata dia. Namun tim yang sudah ada sekarang ini akan terus berjalan untuk terus menyuarakan perdamaian.