TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang mengatakan, keterlibatan partai politik di lembaganya saat ini penting. Partai yang menampung para anggota DPD diharapkan bisa menyalurkan aspirasi lebaga perwakilan ini soal penguatan wewenang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Sekian lama kami tidak bisa ketemu dan komunikasi dengan DPR, karena tidak ada wakil DPD di DPR," katanya saat ditemui di ruangannya, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 April 2017. Oesman berharap kader partai politik baik yang duduk di DPR mau turut mendesain dan memperjuangkan keinginan DPD. "Kan, bisa melakukan itu."
Oesman menjelaskan, sejatinya DPD didirikan untuk menjadi penyeimbang dengan DPR. Ia setuju bila anggota DPD tidak boleh berasal dari partai politik. Namun, saat ini keberadaan partai politik di DPD diperlukan. Tugasnya untuk memperjuangkan kesetaraan kewenangan DPD di DPR.
"Setelah itu (kesetaraan) terjadi, nanti bisa saja kembali lagi bahwa partai tidak boleh lagi ada di DPD. Kalau kewenangan sudah sejajar," kata Oesman Sapta. Menurut dia, dengan keadaan seperti sekarang fungsi DPD sebagai penyeimbang DPR tidak maksimal. Padahal anggaran yang diberikan tiap tahun besar.
Satu-satunya jalan untuk memperjuangkan kewenangan itu, kata Oesman, lewat kompromi dengan DPR. "Nah, komprominya itu yang saya bilang, ada partai yang mau mewakili DPD di DPR, bisa menyuarakan suara DPD, dan bisa berkomunikasi," ujarnya.
Kritikan kepada DPD terkait keterlibatan partai politik di dalamnya datang saat puluhan senator bergabung dengan Partai Hanura. Aksi ini tidak lepas dari terpilihnya Oesman Sapta sebagai Ketua Umum Hanura pada akhir tahun lalu.
Pengamat hukum dan tata negara Refly Harun mengatakan, anggota DPD tidak bisa menjadi anggota partai politik. Pasalnya, setiap anggota mempunyai mandat yang berbeda. Fenomena rangkap posisi ini dikhawatirkan akan membuat DPD dikuasai oleh partai politik tertentu.
Dosen Hukum dan Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan, kehadiran DPD seharusnya menjadi penyeimbang bagi DPR. Keputusan sejumlah anggota DPD yang bergabung dengan partai politik dianggap membuat kedudukan lembaga DPD jadi tidak jelas dan sama seperti DPR