Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil menandatangani nota kesepahaman percepatan sertifikasi aset tanah Kemhan dan TNI, di gedung Kemhan, Jakarta Pusat, 31 Maret 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertahanan memperkuat kerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) demi memperlancar sertifikasi tanah aset Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. Kerja sama itu diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepahaman.
"Aset Kementerian Pertahanan serta TNI butuh penataan ulang dan kepastian hukum," ujar Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 31 Maret 2017.
Kesepakatan itu, ucap Ryamizard, bukanlah yang pertama. Nota kesepakatan percepatan sertifikasi tanah pernah ditandatangani kedua pihak pada 2008. Kesepakatan itu berlaku lima tahun, sehingga telah habis masa berlakunya pada 2013. "Karena perjanjian itu berakhir, kami buat yang baru."
Penataan aset juga harus dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara. "Ya, termasuk tanah harus dipertanggungjawabkan penggunaannya."
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu pun mengungkapkan banyaknya aset Kementerian Pertahanan dan TNI yang masih dalam proses sengketa sehingga belum bersertifikat. Jadi sengketa harus diselesaikan. "Itu menjadi perhatian. Penyimpangan yang terjadi dalam permasalahan hukum juga menjadi masalah."
Kepala BPN Sofyan Djalil mengatakan Kementerian Pertahanan dan TNI memiliki hampir 3400 hektare tanah. Lahan itu merupakan gabungan dari 11.093 bidang tanah.
Sebanyak 70 persen di antaranya, tutur Sofyan, belum bersertifikat. Pasalnya, aset tanah kementerian itu dan TNI kerap dirundung berbagai masalah, mulai gugatan oleh sipil hingga dugaan keterlibatan mafia tanah. “Tak fair dong. Masak, institusi yang mempertahankan negara hanya memiliki bidang tanah segitu.”
Kedua kementerian juga menyepakati pertukaran informasi bidang agraria dan tata ruang serta peningkatan kompetensi sumber daya manusia.
Dalam nota kesepahaman itu, Kementerian Pertahanan bertanggung jawab menyiapkan identifikasi tanah yang akan dimohonkan sertifikasinya. Kementerian tersebut juga wajib memenuhi persyaratan, penyiapan data, dan informasi terkait dengan tanah yang dimohonkan. Data persyaratan itu pun dibutuhkan jika terjadi sengketa.
Adapun BPN bertanggung jawab mengkoordinasikan sertifikasi dokumen tanah yang dikuasai Kementerian Pertahanan dan TNI. BPN pun diminta mendukung penanganan tanah yang bermasalah serta melakukan monitoring atas tanah yang sudah terdaftar.
Kedua pihak pun membentuk kelompok kerja (pokja) yang khusus mengurus sertifikasi hak tanah serta menangani aset tanah kementerian itu dan TNI. Tim itu terdiri atas pokja tingkat pusat serta pokja tingkat provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia.