Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, memberikan keterangan pers pengaduan kepada MKD di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 April 2016. Ketiganya diadukan karena bersidang tanpa ada legalitas dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah mengatakan, pemerintah sebaiknya setuju terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pertembakauan yang diusulkan oleh DPR. Ia menilai selama ini pemerintah tidak punya strategi soal tembakau yang berdampak bagi kehidupan bermasyarakat.
Menurut Fahri Hamzah, pemerintah tidak mau diikat dengan perundangan yang lebih kuat dan lebih memilih memainkan instrumen kebijakan seperti peraturan presiden, peraturan pemerintah, keputusan menteri dan sebagainya. Padahal, kebijakan itu mudah terjadi tarik ulur dalam prosesnya. "Ini yang bahaya. Karena lobi-lobi konglomerasi rokok ini tertutup dilakukan pada pemerintah," katanya.
Bila dikunci dengan undang-undang, maka efek negatif dari yang mungkin muncul dapat diatas. "Misalnya, petani harus diuntungkan, impor tembakau harus dilarang," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
RUI Pertembakauan telah selesai diharmonisasikan di Badan Legislasi DPR dan telah ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR. Namun, belum ada pembahasan lantaran DPR belum menerima surat presiden.
Fahri menuturkan bila pemerintah dari awal tidak setuju dengan RUU ini, maka tidak perlu mengirimkan perwakilannya untuk membahas bersama DPR. Pembahasan RUU ini akan tertahan. "Mandek," kata dia.
Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Presiden Joko Widodo telah mengutus menteri-menteri ke DPR terkait dengan RUU Pertembakauan. Namun, saat ditanya apakah surat presiden sudah ada, Fahri Hamzah mengaku belum mengetahuinya. "Saya belum lihat," ujarnya.