Tiru Cara Poso, Indonesia Bangun Pasar Perdamaian di Myanmar
Editor
Eko Ari Wibowo
Jumat, 17 Maret 2017 15:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir mengatakan Indonesia memilih melakukan diplomasi lunak (soft diplomacy) untuk mengatasi konflik di Rakhine, Myanmar. Upaya yang dilakukan adalah mendirikan pasar, sekolah, dan rumah sakit.
"Dulu meresmikan empat sekolah pada 2014. Ini kelanjutan ada sekolah dan pasar," kata Fachir di kompleks Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 17 Maret 2017. Menurut dia, pendekatan inklusif dan komprehensif lewat rumah sakit, sekolah, dan pasar akan mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat.
Baca: Salah Kaprah tentang Rohingya di Myanmar
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center Rahmawati Husein menjelaskan, pasar mempunyai peran strategis dalam upaya rekonsiliasi. Konsep pembangunan pasar perdamaian di Rakhine, ucap dia, meniru Poso dan Ambon yang pernah dilanda konflik. "Pasar itu sarana yang netral," ujarnya.
Dengan adanya pasar, menurut Rahmawati, orang-orang akan didorong untuk berinteraksi tanpa saling curiga. Dalam jangka panjang, ia berharap pihak yang tengah bersitegang bisa menahan untuk tidak berkonflik. "Kalau di Poso, ibu-ibu tidak akan berjualan kalau bapak-bapak masih berkonflik," ujarnya.
Nantinya, tutur Rahmawati, komoditas yang ada di pasar perdamaian berasal dari dua kelompok masyarakat. Dari pengamatannya, kelompok Rohingya banyak memproduksi hasil pertanian. Sedangkan kelompok Buddha menghasilkan produk perdagangan atau barang jadi. "Kami tidak bangun pasar fisik (baru), tapi memperkuat yang sudah ada," katanya.
Simak pula: PBB: Myanmar Berniat Usir Seluruh Rohingya
Dari sisi lokasi, ucap Rahmawati, pembangunan pasar dilakukan di luar tempat pengungsian atau di tempat netral. Agar rencana berjalan dengan lancar, pemerintah Indonesia akan menggandeng lembaga swadaya masyarakat lokal di Myanmar.
Saat ini, dari data The United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA), ada 120 ribu pengungsi Rohingya yang menetap di pengungsian. Sebanyak 90 ribu di antaranya mengungsi di Rakhine. Sedangkan jumlah jiwa yang terdampak konflik mencapai 500 ribu.
ADITYA BUDIMAN