Sejumlah massa Hizbut Tahrir Indonesia membawa banner saat mengikuti puncak acara Muktamar Khilafah 2013 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (2/6). TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi II Bidang Dalam Negeri Badan Intelijen Negara Mayor Jenderal Thamrin Marzuki menilai adanya konflik ideologi menjadi penyebab maraknya konflik sosial. Kementerian Dalam Negeri dianggap perlu menangani kelompok-kelompok berideologi radikal itu.
"(Ada indikasi) Menguatnya kelompok radikal keagamaan yang menuntut Khilafah Islamiyyah, organisasi sudah terbentuk," kata Thamrin di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu 15 Maret 2017. Kelompok radikal juga muncul untuk menolak kelompok kiri yang diduga berbasis komunis.
"Mereka menggabungkan diri, lalu menuntut hak-hak seperti pemulihan nama baik.” Di satu sisi, ujar Thamrin, banyak kelompok yang menentang mereka.
Ia meminta seluruh kepala daerah memetakan potensi konflik di daerah masing-masing. "Di antaranya (mengenai) ideologi ini."
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui terdapat indikasi peningkatan kelompok fundamentalis berbasis keagamaan sebagai penyebab konflik sosial di Indonesia. "Rembesan kelompok fundamentalis juga harus diperhatikan," kata Tjahjo.
Kementerian Dalam Negeri menggelar rapat koordinasi tim terpadu penanganan konflik sosial. Ia meminta tim yang terdiri atas tim gabungan seperti kepolisian, Badan Intelijen Negara, dan TNI berkoordinasi dengan kepala daerah untuk menangani konflik.
Tjahjo menambahkan penanganan konflik sosial harus bersinergi, terpadu, dan terkoordinasi. "Rapat koordinasi ini memperbarui kembali (data mengenai) tantangan yang kita hadapi."
Selain ASN, TNI, dan Polri, Jokowi Juga Minta BIN Netral di Pemilu 2024
7 Februari 2024
Selain ASN, TNI, dan Polri, Jokowi Juga Minta BIN Netral di Pemilu 2024
Pernyataan Jokowi itu muncul setelah kritik yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Sukarnoputri soal netralitas TNI-Polri.