Koalisi Dosen dan Aktivis Anti Korupsi Kaltim Tolak Pelemahan KPK
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Senin, 13 Maret 2017 15:38 WIB
TEMPO.CO, Samarinda - Sejumlah aktivis anti korupsi di Kalimantan Timur yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kaltim menolak rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
"Digulirkannya wacana revisi UU KPK, atau apapun bentuk pelemahan kepada KPK harus kita tolak," kata Herdiansyah Hamzah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, kepada Tempo mewakili koalisi, Senin, 13 Maret 207.
KMS Kaltim mensinyalir wacana pelemahan KPK melalui usulan revisi UU KPK, erat kaitannya dengan bergulirnya kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang memunculkan nama-nama besar.
Baca juga: Revisi UU KPK, Operasi Tangkap Tangan Terancam Tidak Ada
"Jelas ini bukan kebetulan. Digulirkannya kembali revisi UU KPK adalah reaksi balik dari orang-orang yang selama ini tak suka dengan keberadaan KPK sebagai pelopor pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Castro, sapaan akrab Dosen Unmul tersebut. Munculnya sejumlah nama-nama anggota DPR-RI Periode 2009-2014 dinilai dapat menambah alasan untuk tidak suka pada KPK.
Untuk menggalang dukungan luas dan menolak upaya pelemahan KPK, KMS Kaltim yang terdiri dari Koalisi Dosen Unmul, Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Unmul, Jatam Kaltim, Naladwipa Institut, Pokja 30, Walhi Kaltim, Pusat Studi Otonomi Daerah dan Desa (PS-ODD) Unmul, Gusdurian Kaltim, Forum Pelangi Kaltim dan Lakpesdam NU Kaltim membuat petisi yang akan disampaikan ke Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan juga Ketua dan para Wakil DPR RI.
"KPK memerlukan sokongan luas dari seluruh lapisan masyarakat," kata Castro, melanjutkan.
Ada tiga hal yang disampaikan oleh KMS Kaltim. Pertama, menolak rencana revisi UU KPK, karena inti usulan revisi dinilai mengandung upaya pelemahan sistematis terhadap KPK berupa amputasi kewenangan yang selama ini menjadi mahkota KPK. "Melemahkan KPK, bermakna abai terhadap amanah rakyat Indonesia," kata Castro.
Baca juga: Kenapa Revisi UU KPK Harus Ditolak? Ini Penjelasannya
Kedua, meminta kepada Presiden RI, Bapak Joko Widodo dan para anggota DPR-RI, agar tidak membahas rencana usulan revisi UU KPK. "Di samping tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas), juga belum ada urgensi perubahan UU KPK," ujar Castro.
Ketiga, stop sosialisasi rencana usulan revisi UU KPK yang sedianya dilakukan baik di kampus-kampus maupun di tempat terbuka di seluruh Indonesia. "Agenda sosialisasi tersebut tak lebih dari sebuah ilusi pelemahan KPK yang berbungkus perubahan," tutur Castro.
FIRMAN HIDAYAT | SAPRI MAULANA