Polemik AW 101 Selesai, Begini Penjelasan Lengkap KSAU
Editor
Elik Susanto
Sabtu, 18 Februari 2017 10:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menegaskan pengadaan Helikopter Agusta Westland (AW) 101 sesuai dengan prosedur. "Di dalam perencanaannya itu, yang jelas, kebijakan dan strategi ada di Kementerian Pertahanan. Sehingga Kepala Staf TNU AU sudah berkirim surat ke Kemenhan untuk proses sampai dengan kontrak. Jadi semuanya sudah dipenuhi administrasinya," kata Hadi di Markas Besar TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, 17 Februari 2017.
Sebelumnya, pembelian satu unit Helikopter AW101 tipe VVIP menuai polemik. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo kompak menyatakan tidak tahu menahu soal pembelian helikopter tipe VVIP ini.
Baca:
Begini Awal Ribut-ribut Pembelian Helikopter AW 101
Hadi menjelaskan, pengadaan helikopter memang dibutuhkan bagi TNI AU mengingat helikopter angkut yang memiliki kemampuan SAR masih kurang. "Kami memiiki tujuh spot, yakni Iswahyudi (Madiun), Malang, Makassar, Pekanbaru, dan Pontianak di tambah spot-spot yang lain, seperti latihan Cakra di Medan dan Halim," kata Hadi.
Baca:
Fadli Zon Minta Investigasi Pembelian Heli AW 101 Transparan
Berarti, Hadi melanjutkan, "Tujuh pesawat harus berada di luar. Sedangkan saat ini kondisinya ada Lanud (pangkalan udara) yang melakukan SAR dengan menggunakan helikopter Colibri. Ini tidak mungkin dan tidak memenuhi syarat, sehinga KSAU yang lama berpikir kebutuhan mendesak akan heli angkut pasukan harus diadakan," kata Hadi.
Helikopter AW 101 di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur
Sehingga, menurut Hadi, pembelian helikopter yang semula untuk VVIP berubah ke heli angkut yang memiliki kemampuan SAR. "Itu pun masih beralasan karena dalam postur TNI, kami membutuhkan empat skuadron heli angkut," kata Hadi.
Simak:
Pembelian Heli AW 101 Batal, Ini Alasan Panglima TNI
Dalam rencana dan strategis II disebutkan TNI AU harus melakukan pengadaan 6 heli angkut dan empat heli VVIP, sehingga muncul pengadaan Helikopter AW 101. "Rencananya satu dulu. Kemudian diikuti heli berikutnya dengan menambah heli VVIP dan heli angkut," uja Hadi.
Baca:
Panglima Keluhkan Anggaran, DPR: TNI dan Menhan Tidak Sinkron
Mantan Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan ini menambahkan, karena ada permasalahan yang mempengaruhi pengambilan keputusan, maka pembelian heli VVIP dihentikan. Hadi menegaskan, dana pengadaan Helikopter AW101 jenis VVIP yang sekarang sudah tiba di Tanah Air dari anggaran unit organisasi di TNI AU.
Helikopter AW 101 saat mengudara di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
TNI AU, kata Hadi, bisa menganggarkan apabila digunakan secara khusus. "Pada waktu itu kekhususannya adalah akan mengadakan heli VVIP. Namun karena perkembangan situasi, akhirnya Presiden memutuskan dibatalkan dan tidak jadi," ujar Hadi.
Baca:
Soal AW101, Panglima TNI Tegaskan Jika Ada Pelanggaran Bisa Batal
Dalam rencana strategis (renstra) II Minimum Essential Forces (MEF) 2015-2019, TNI AU berencana membeli 3 Helikopter AW101 tipe VVIP dan 6 Helikopter AW101 tipe angkut pasukan dan SAR. Pada 2015 lalu, Presiden Joko Widodo menolak penggunaan helikopter jenis VVIP buatan Inggris dan Italia karena harganya mahal.
Harga 1 unit Helikopter AW101 sebesar US $ 5 juta atau setara Rp 761,2 miliar. Alasan Jokowi, belanja helikopter semahal itu tak sesuai kondisi keuangan negara. TNI AU kemudian mengajukan pembelian 1 helikopter AW101 melalui surat kepada Kementerian Pertahanan pada 29 Juli 2016 untuk kebutuhan angkut militer.
ANTARA