Aktivis Islam Yenny Wahid (kiri), Terpidana kasus terorisme Umar Patek (3 kiri) dan mantan narapidana kasus terorisme Jumu Tuani (kanan) saat menjadi pembicara dalam seminar Resimen Mahasiswa Mahasurya Jawa Timur, di Hotel Savana, Malang, Jawa Timur 25 April 2016. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Depok - Direktur Wahid Foundation Zanuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) mengatakan jumlah warga Indonesia yang terlibat menjadi pejuang Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) meningkat 60 persen. “Awalnya, WNI yang menjadi pejuang ISIS cuma 500 orang. Sekarang sudah 800 orang yang menjadi pejuang ISIS di Irak dan Suriah," kata Yenny di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok, Kamis, 16 Februari 2017.
Menurut Yenny, hasil survei Wahid Foundation bersama Lingkar Survei Indonesia pada 2016 mengungkapkan 11 juta dari 150 juta penduduk muslim Indonesia siap melakukan tindakan radikal. Jumlah tersebut mencapai 7,7 persen dari total penduduk muslim Indonesia. Sedangkan 600 ribu atau 0,4 persen penduduk muslim Indonesia pernah melakukan tindakan radikal.
Adapun karakteristik kelompok radikal di Indonesia, kata Yenny, pada umumnya masih muda dan laki-laki. Mereka banyak mengkonsumsi informasi keagamaan yang berisi kecurigaan dan kebencian. Selain itu, mereka memahami ajaran agama secara literatur bahwa jihad sebagai perang dan dalam isu muamalah. Bahkan kelompok yang terpapar radikalisme membenarkan serta mendukung tindakan dan gerakan radikal. "Mereka juga menentang pemenuhan hak-hak kewarganegaraan," ujarnya.
Survei tersebut didesain menggunakan multi-stage random sampling dengan perkiraan margin of error 2,6 persen dan tingkat keyakinan 95 persen. Sampel terdiri atas 1.520 responden dari 34 provinsi di Indonesia. Responden adalah orang dewasa berusia setidaknya 17 tahun. "Pengumpulan data dilakukan pada pekan keempat Maret dan pekan ketiga April 2016," ujarnya.
Dari survei tersebut, 72 persen atau mayoritas muslim Indonesia menolak tindakan radikal. Namun, dari hasil survei tersebut, terungkap tantangan munculnya dan meningkatnya gerakan radikalisme yang perlu mendapatkan tanggapan serius, baik dari pemerintah maupun masyarakat. "Aksi radikal di Indonesia mencakup pemberian dana atau materi sampai melakukan penyerangan terhadap rumah agama. Gejala ini patut mendapatkan perhatian,” tutur Yenny.