Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Ketua PWI Pusat Margiono (kedua kanan), Ketua Dewan Pers Yoseph Adhi Prasetyo (kedua kiri), Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (kanan), dan Gubernur Maluku Said Assagaff (kiri), memukul tifa sebagai tanda peresmian puncak Hari Pers Nasional 2017 di Ambon, Maluku, 9 Februari 2017. ANTARA/Embong Salampessy
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi jurnalis akan mengadakan seminar tentang penyelenggaraan Hari Pers Nasional. Acara bertema "Mengkaji Ulang Hari Pers Nasional" rencananya akan diselenggarakan di Hall Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pukul 10.00-14.00 WIB, Kamis, 16 Februari 2017.
Pembicara yang akan hadir dalam seminar ini adalah sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam, wartawan senior Atmakusumah, dan peneliti sejarah pers, Muhidin M. Dahlan.
Asvi akan berbicara tentang aspek historis pers, Atmakusumah akan memberi pandangan dari perspektif pelaku sejarah. Adapun Muhidin akan mengkritik Hari Pers nasional yang selama ini diperingati setiap 9 Februari.
Sejumlah organisasi jurnalis akan hadir membahas materi ini, seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
Menurut Ketua Umum AJI Suwarjono, wacana untuk mengkaji ulang hari pers ini sudah menjadi pembicaraan dan perdebatan sejak lama. Ide ini mulai muncul setelah jatuhnya Orde Baru tahun 1999, yang kemudian mendorong adanya perubahan kebijakan di bidang pers.
Salah satunya ditandai dengan pencabutan ketentuan tentang Surat Izin Penerbitan Usaha Pers (SIUPP) dan tak adanya lagi wadah tunggal organisasi wartawan. "Seminar ini untuk mencari solusi atas perdebatan tentang ini yang selalu muncul setiap 9 Februari," kata Suwarjono melalui keterangan tertulis.
Suwarjono menambahkan, AJI dan IJTI berharap seminar ini memberi perspektif yang lebih jelas dan argumentasi yang lebih kukuh untuk penentuan Hari Pers Nasional. "Masukan seminar ini akan dijadikan bahan untuk menyusun rekomendasi HPN kepada Dewan Pers," katanya.
AJI dan IJTI berharap Dewan Pers akan mempertimbangkan rekomendasi ini, juga menjadikannya bahan untuk disampaikan kepada Presiden terkait dengan penetapan Hari Pers Nasional.
Sekretaris Jenderal IJTI Indria Purnamahadi mengatakan memang ada pertanyaan tentang Hari Pers Nasional yang mendasarkan pada hari lahir satu organisasi wartawan. Dia menganggap penetapan seperti itu kurang tepat dan membuat sejumlah organisasi wartawan lainnya kurang memiliki rasa terhadap tanggal bersejarah itu. "Seminar ini merupakan upaya untuk menemukan tanggal yang tepat untuk dijadikan sebagai hari pers," katanya.
Menurut Indria, ada sejumlah usulan yang bisa diadopsi untuk menetapkan Hari Pers Nasional. Salah satunya menjadikan tanggal terbit surat kabar pertama di Indonesia. Atau bisa juga memakai tanggal lain yang bisa dijadikan momentum atau tonggak kelahiran pers. "Penentuan Hari Pers Nasional harus menggunakan kajian historis dan bisa mengakomodasi kepentingan seluruh masyarakat pers," ujarnya.