TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan masih banyak pemberangkatan buruh migran ilegal ke Timur Tengah meski pemerintah menerapkan moratorium pada 2015. "Tahun 2015-2016 masih ada temuan kami ribuan perempuan tetap diberangkatkan ke Timur Tengah, terutama ke Arab Saudi," ujar Anis di D Lab Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Februari 2017.
Survei Migrant Care yang dilakukan di Bandara Soekarno Hatta setelah moratorium, sebanyak 2.793 pekerja rumah tangga masih diberangkatkan ke Timur Tengah. Sebanyak 1.021 di antaranya adalah pekerja rumah tangga yang berangkat pertama kalinya dan menggunakan visa dengan alasan umroh, ziarah, dan mengunjungi keluarga.
Baca:
Disebut 'Babu', Buruh Migran Anggap Fahri Hamzah ...
Buruh Migran Kecam Cuitan Fahri Hamzah di Twitter
Di tempat tujuan, para pekerja rumah tangga yang diberangkatkan itu hanya ditampung dan tidak dipekerjakan. "Mereka tidak hanya diperdagangkan tapi dijadikan bola bisnis,” kata Anis. Mereka ditempatkan tapi tidak dipekerjakan. “Mereka ditampung dan dipulangkan kembali."
Ada pula yang seperti Neneng. Neneng diberangkatkan ke Arab Saudi pada masa moratorium dipekerjakan tanpa istirahat dan tidak digaji. Selama di Arab Saudi, dia dipekerjakan dari satu majikan ke majikan lain dan diperjualbelikan sebagai pekerja PRT.
Baca juga: Peneliti UGM: Pola Perekrutan Buruh Migran Mirip Kerja ...
"Satu setengah bulan bekerja, saya minta berhenti karena nggak ada istirahatnya,” kata Neneng. Ia lalu dikembalikan ke agen, tapi kemudian dipekerjakan lagi ke majikan yang berbeda.
Setelah satu setengah bulan bekerja di majikan kedua, ia mendapat majikan baru lagi. Setelah delapan bulan bekerja, karena lelah dan sakit serta tidak digaji, Neneng meminta dipulangkan ke Indonesia kepada majikannya. Namun tidak diizinkan. "Minta-minta gaji tidak dikasih," kata Neneng.
Neneng diberangkatkan pada 2015. Ia mengaku berangkat dengan visa sebagai petugas kebersihan. Namun nyatanya menurut keterangan Neneng, saat tiba di Arab Saudi, ia dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.
Anis mengatakan pemerintah harus segera mengevaluasi kebijakan moratorium. Karena nyatanya kebijakan itu tidak efektif mencegah terjadinya jual-beli manusia. "Moratorium ini macam kertas hanya menakut-nakuti Arab Saudi. Tapi nyatanya pemerintah tidak berbuat apa-apa."
ENDRI KURNIAWATI | DR
Berita terkait
Lindungi Buruh Migran, Polri Bentuk Tim Khusus Pidana Ketenagakerjaan
21 jam lalu
Polri menyoroti keselamatan buruh hingga sengketa buruh vs pengusaha, sehingga dirasa perlu pendampingan dari polisi.
Baca SelengkapnyaNurul Huda Disiksa Majikan di Oman, Rentannya Pelanggaran HAM pada PMI di Timur Tengah
25 hari lalu
Nurul Huda menggugah perhatian publik. Video curhatnya tentang pengalaman disiksa oleh majikannya di Oman menjadi sorotan.
Baca SelengkapnyaBeda Sikap Migrant Watch dan Migrant CARE Soal Dugaan TPPO Berkedok Magang Mahasiswa
31 hari lalu
Migrant Watch menilai kasus magang ke Jerman lebih tepat dikatakan sebagai kesalahan prosedur penempatan mahasiswa ketimbang TPPO.
Baca SelengkapnyaFerienjob: Praktik Lancung TPPO Berkedok Magang hingga Guru Besar Menjadi Tersangka
37 hari lalu
Dengan iming-iming magang di Jerman, para pelaku melakukan TPPO dengan menjebak dalam program Ferienjob
Baca SelengkapnyaTPPO Modus Ferienjob, Migrant CARE Ungkap Sindikat Pernah Sasar Siswa SMK
38 hari lalu
Kasus TPPO menyasar dunia pendidikan. Selain Ferienjob, kasus perdagangan orang sempat masuk ke sekolah (SMK) menggunakan modus lain.
Baca SelengkapnyaMigrant Care: PPLN Kuala Lumpur Tak Paham Aturan Pemilu, Hak Politik Ratusan Pekerja Migran Terabaikan
41 hari lalu
Migrant Care menyatakan PPLN Kuala Lumpur menunjukkan bobroknya penyelenggara pemilu dan tunduk pada keinginan parpol.
Baca SelengkapnyaBanyak Data Tidak Sesuai, Migrant Care Minta KPU Buka DPT PSU di Kuala Lumpur
52 hari lalu
Migrant Care menemukan hanya segelintir pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) hadir saat pencoblosan ulang di Kuala Lumpur Malaysia
Baca SelengkapnyaPSU Kuala Lumpur Digelar Hari ini, Migrant Care Sebut Jumlah Pemilih Menciut
53 hari lalu
Migrant Care menyoroti berkurangnya jumlah pemilih dalam pemungutan suara ulang yang akan digelar di Kuala Lumpur.
Baca SelengkapnyaCerita Awal Mula Migrant Care Mencium Adanya Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia
1 Maret 2024
Migrant Care, mengungkap dugaan praktik jual beli surat suara pemilu di Malaysia. Surat suara pemilu itu dijual dari harga 25-50 Ringgit Malaysia
Baca SelengkapnyaTerungkap Modus Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia, Ini Respons Bawaslu-KPU
27 Februari 2024
Migrant Care mengungkap modus dugaan jual beli surat suara di Malaysia. Harga per satu surat suara dihargai sekitar Rp 90 ribu-120 ribu.
Baca Selengkapnya