Calon Presiden 2009-2014, Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarno Putri bersalaman sebelum pengundian nomor urut Pilpres, di Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, (30/5). Foto : TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Analis politik dari Universitas Indonesia (UI), Donny Gahral Adiansyah, menyetujui anggapan pemilihan gubernur DKI saat ini sebagai pemanasan menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2019. Donny menekankan lebih spesifik, bahwa pertarungan di 2019 itu antara kekuatan kubu Cikeas dan Teuku Umar, merujuk tempat presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan presiden kelima Megawati Soekarnoputri. Kedua tokoh nasional ini merepresentasikan pula dua partai besar, yakni Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
“Setuju, bahkan kehadiran mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang baru bebas murni memperoleh grasi Presiden Joko Widodo di tempat debat pilkada DKI kedua lalu, menjadi salah satu indikasi bahwa pertarungan 2019 sudah dimulai,” katanya kepada Tempo, Selasa, 31 Januari 2017.
Kompetisi dalam pilgub DKI yang mengusung Agus-Sylvi, Ahok-Djarot, dan Anies-Sandi makin meyakinkan Donny adanya indikasi hawa panas Cikeas versus Teuku Umar tersebut. “Sangat kentara,” kata Donny.
“Indikasinya jelas, dana yang digelontorkan untuk kampanye ini cukup besar, penggalangan opini secara massif dan signifikan pun sudah terang,” katanya. Ia pun menekankan, “Dan, hampir semua elite politik turun dalam pertarungan pilkada DKI ini,” kata Donny.
Turunnya kekuatan penuh seluruh elite untuk pasangan calon gubernur DKI yang didukungnya, memberikan gambaran betapa pentingnya merebut Jakarta untuk suksesnya kepentingan politik 2019.
“Jika dua kekuatan bertarung, kekuatan ketiga bisa mengambil keuntungan,” katanya.