Kapolri Jenderal Tito Karnavian diangkat oleh para anggota polisi setelah memberi apresiasi kepada para anggota Polda Metro Jaya beserta jajarannya atas keberhasilan mengungkap kasus perampokan sadis di Pulomas, Jakarta Timur, di Gedung Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya, 18 Januari 2017. TEMPO/Ilham Fikri.
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengatakan saat ini muncul fenomena demokratisasi di Indonesia. Kemunculan itu tampak dengan adanya kebebasan organisasi kemasyarakatan dan media massa yang cenderung liberal. “Cirinya menguatnya peran warga negara yang lebih dominan (bebas mengkritik pemerintah),” kata Tito di Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Jumat, 27 Januari 2017.
Tito menjelaskan, sudah ada contoh yang mencerminkan demokrasi liberal. Di antaranya tidak dibolehkannya pembreidelan media hingga melarang kriminalisasi media yang tercantum pada Undang-Undang Pers. Untuk ormas, tecermin pada perilaku yang diduga intoleran.
Menurut Tito, fenomena demokratisasi sangat berpengaruh pada penegakan hukum. Misalnya, hadirnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang dianggap mengandung pasal karet. Peraturan yang mengurusi kasus penodaan agama juga dinilai memiliki pasal karet. "Demokrasi liberal menjadi tantangan penegakan hukum di Indonesia,” katanya.
Efektivitas penegakan hukum, kata dia, seharusnya tidak hanya dilihat dari perkembangan kondisi masyarakat. Tapi juga peningkatan kualitas penegak hukum yang lebih profesional, sarana prasarana memadai, dan budaya masyarakat yang mendukung penegakan hukum itu.
Tito menyebut Singapura, yang dinilai memiliki jaminan keamanan. Menurut dia, penegakan hukum tidak terlepas dari budaya masyarakat yang taat hukum. Apabila Indonesia memiliki banyak masyarakat kelas menengah, penegakan hukum akan berjalan dengan baik. Secara ekonomi masyarakat sudah terpenuhi hak-haknya sehingga tingkat kriminalitas berkurang.
Tito mengaku mempunyai cara untuk tetap menjamin tegaknya hukum, yaitu mengharmoniskan kebebasan dengan keamanan nasional. Apabila pemerintah memberikan kebebasan penuh bagi sipil, keamanan nasional terancam. Sebaliknya, apabila mengencangkan keamanan nasional, kebebasan akan terbatasi. “Cara menjalankannya harus dinamis sesuai tantangan,” ujarnya.