Patrialis Akbar saat menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM Indonesia, berpose di kantornya, Depkumham, Kuningan, Jakarta, 26 November 2009. Mantan Menkumham ini terjerat Operasi Tangkap Tangan KPK pada 25 Januari 2017. Dok. TEMPO/Novi Kartika
TEMPO.CO, Yogyakarta - Peneliti di Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, geram dengan adanya kasus suap di tubuh Mahkamah Konstitusi.
Penangkapan hakim konstitusi Patrialis Akbar menunjukkan korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga bisa menyebabkan bencana massal bagi rakyat Indonesia.
"Kasus ini berkaitan dengan bahan pokok untuk rakyat. Ini menjadi bukti bahwa korupsi itu tak hanya merugikan keuangan atau perekonomian negara, tapi juga dapat menyebabkan bencana massal bagi rakyat," kata Hifdzil, Kamis, 26 Januari 2017.
Patrialis diduga menerima suap atas judical review atau uji materiil Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hifdzil menyatakan, jika bahan pokok hilang di peredaran karena pengusaha menyimpannya dalam jumlah besar dan waktu yang lama dengan cara menyuap aparat, barang pokok akan hilang di peredaran.
"Mau tak mau masyarakat harus membayar lebih besar dan tercekiklah leher rakyat," katanya.
Hifdzil menegaskan, kasus penyuapan Patrialis Akbar ini harus dibongkar dengan tuntas sampai ke aktor intelektualnya. Sebab, ini merupakan tamparan keras bagi Mahkamah Konstitusi.
Penyuapan terhadap hakim konstitusi setelah kasus Akil Mochtar ini menjadikan tanda tanya terkait dengan pola pengawasan dan kampanye yang dilakukan di internal Mahkamah Konstitusi.
"Tampaknya hanya senilai formalitas belaka. Mengingat setelah kasus Akil Mochtar, Mahkamah Konstitusi menebar janji untuk bersih-bersih di dalam," kata pria yang mengajar di jurusan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini.
Hifdzil juga mempertanyakan rekrutmen hak di Mahkamah Konstitusi. Ia juga ragu jika hakim konstitusi berasal atau dulunya pernah bermain politik dan dari partai politik.
"Komisi Pemberantasan Korupsi harus masuk lebih dalam di kasus ini, apakah hanya berhenti di PA (Patrialis Akbar) saja atau lainnya," ujarnya.