Pengacara Bupati Klaten Menjawab Tudingan Jual Beli Jabatan
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Minggu, 22 Januari 2017 18:11 WIB
TEMPO.CO, Klaten - Pengacara keluarga Bupati Klaten Sri Hartini, Deddy Suwadi, berharap Komisi Pemberantasan Korupsi segera menuntaskan kasus jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten. Deddy pun menjawab tudingan jual beli jabatan terhadap kliennya.
“Uang itu dari mana saja sudah jelas, ada catatannya semua. Justru itu mempermudah KPK untuk mengungkap permasalahan ini secara terang benderang,” kata Deddy saat dihubungi Tempo pada Ahad, 22 Januari 2017.
Kasus jual-beli jabatan di Klaten terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 30 Desember lalu. Ketika menggeledah kamar tidur Sri Hartini di rumah dinasnya, tim KPK menemukan uang Rp 2,08 miliar, US$ 5.700, dan Sin$ 2.035.
Uang rupiah ditemukan dalam dua kardus di dekat kamar tidur Hartini. Sedangkan mata uang asing ditemukan dalam dompet ibu dua anak yang belum genap setahun menjabat Bupati Klaten itu. Dua hari setelah OTT, 1 Januari 2017, tim KPK kembali menggeledah rumah dinas Hartini dan menemukan uang sekitar Rp 3 miliar dari lemari kamar Andy Purnomo.
Baca juga:
Jokowi Sudah Setengah Tahun Belajar Memanah
Sekretaris Klub Bola Madiun Kaget Rumahnya Digeledah KPK
Cerita Jokowi Jatuh Cinta pada Busur dan Anak Panah
Andy adalah anak sulung Hartini yang menjabat Ketua Komisi IV DPRD Klaten. Deddy berujar, uang di lemari Andy itu sebagian besar titipan dari ibunya. “Uang Andy hanya berapa, tidak signifikan,” ujar Deddy. Andy sudah diperiksa penyidik KPK pada 16 Januari 2017 lalu sebagai saksi untuk tersangka SUL.
Saat ditemui Deddy di Jakarta beberapa waktu lalu, Hartini mengaku tidak tahu ihwal daftar harga jabatan yang dilelang di Klaten seperti yang ditemukan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Dalam daftar yang dilansir KASN, tertera harga jabatan di Klaten mulai dari Rp 5 juta sampai Rp 400 juta.
Menurut Deddy, Hartini bersifat pasif dalam kasus jual-beli jabatan yang terjadi pada bulan-bulan terakhir masa kepemimpinannya. “Aku ki gur nunggu (saya cuma menunggu). Ono wong (ada orang) datang, minta bantuan, ucapkan terima kasih ya saya terima. Tidak ada (yang) menentukan, harus berapa-berapa,” kata Deddy menirukan ucapan Hartini.
Oleh Hartini, kata Deddy, seluruh uang tanda terima kasih itu dicatat siapa saja pemberinya. Deddy tidak tahu secara pasti berapa nama yang dicatat kliennya. Jika jumlah uang yang diterima Bupati bervariasi tergantung jabatan yang diminta, Deddy menduga para pemberi itu menghitung sendiri sesuai pemahaman mereka.
“Bu Hartini belum ada setahun (menjadi Bupati). (Kasus jual-beli jabatan) Itu baru pada bulan-bulan terakhir saja to?,"kata Deddy.
Simak juga:
4 Penyebab Hoax Mudah Viral di Media Sosial
Pos Perbatasan Indonesia-Timor Leste Jadi Tempat Wisata
Jika sejak awal punya niat jahat atau memang sudah lihai dalam praktik jual-beli jabatan, Dedy menambahkan, Hartini tentu tidak akan mencatat pemberian uang itu. “Catatan semacam itu tentu akan menjadi bukti. Kalau punya niat jahat, pasti berupaya tidak ada bekas. Ini lebih karena keluguan dia (Hartini) saja,” kata Deddy.
Tiga pekan setelah OTT kasus jual-beli jabatan di Klaten, KPK baru menetapkan Sri Hartini dan Suramlan sebagai tersangka penerima dan pemberi suap. “Tidak menutup kemungkinan akan ada pihak-pihak lain yang harus bertanggung jawab dalam penanganan perkara ini. Kami tahu adal sejumlah pihak yang turut memberi (suap) terhadap penyelenggara negara (Bupati),” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
DINDA LEO LISTY